Kabar24.com, JAKARTA – Munas Alim Ulama NU yang digelar pada Ahad (14/6/2015) menyepakati teknis pemilihan Rais Aam, sebagai pucuk pimpinan tertinggi PBNU, secara musyawarah mufakat dengan pendekatan ahlul halli wal aqdi (AHWA).
Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusron Wahid menegaskan pihaknya siap mengamankan keputusan Munas Alim Ulama NU yang menyepakati mekanisme pemilihan Rais 'Aam Syuriyah dengan metode AHWA atau musyawarah mufakat para kiai senior dalam Muktamar NU nanti.
Nusron mengatakan metode tersebut sudah diputuskan dalam Munas Alim Ulama yang merupakan forum tertinggi setelah Muktamar, serta dihadiri oleh 27 dari 34 pengurus wilayah NU ditambah anggota pleno PBNU yang terdiri dari pengurus harian Syuriah, Tanfidziyah, A’wan, dan Mustasyar, serta Ketua Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom.
Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi siapapun yang mengatasnamakan NU untuk menolaknya. "Kalau ada yang tidak setuju, kenapa tidak hadir dan berargumentasi di depan para kiai? Di depan para syuriah yang lain? Terutama di depan para kiai sepuh?" kata Nusron Wahid, dalam keterangannya, Kamis (18/6/2015).
Nusron mengingatkan kembali bahwa pemimpin tertinggi di NU adalah syuriah. Adapun tanfidziyah hanyalah pelaksana organisasi. Untuk itu, dia mempertanyakan jika posisi syuriah hanya dikerdilkan soal keagamaan.
"Syuriyah itu pemimpin tertinggi di NU, yang punya bawahan namanya tanfidziyah. Jangan malah sebaliknya syuriah diatur tanfidziyah," ujarnya.
Dengan posisinya sebagai pemimpin tertinggi di NU, maka tidak sepatutnya juga ketika Munas yang mereka gelar dipertanyakan hanya karena tanpa adanya Konbes."Apa tidak diperbolehkan para syuriah kumpul dan membahas masalah syuriah tersendiri?" ungkapnya.
Nusron merasa perlu menegaskan itu karena seharusnya kalau sudah keputusan para kiai dalam Munas Alim Ulama NU maka semuanya wajib mendengar dan mentaati atau sami'na wa atho'na.
"Toh dengan metode AHWA tidak ada yang dilanggar. Dalam AD/ART memang diputuskan bahwa pemilihan Rais 'Aam itu dengan musyawarah mufakat dan atau pemilihan. Kalau kiai-kiai sudah memutuskan untuk jalan mufakat melalui mekanisme AHWA ya harus kita amankan," tukasnya.
Atas adanya pihak yang masih memprotes, Nusron justru balik mempertanyakan apa sebenarnya yang dipersoalkan."Lagi pula yang membedakan apa? Wong biasanya syuriah memilih satu nama, sekarang merekomendasikan 9 nama untuk jadi AHWA. Dan 9 nama itu juga dengan syarat-syarat yang ditentukan para kiai," tegasnya.
Sikap tegas GP Ansor tersebut merespons adanya pihak yang dinilainya berupaya mementahkan apa yang telah diputuskan Munas Alim Ulama NU terkait dengan mekanisme pemilihan Rais 'Aam pada Muktamar ke-33 nanti.
Salah satunya adalah seperti yang disampaikan oleh Rais Syuriah Pengurus Wilayah NU Nusa Tenggara Timur, Abd Kadir Makarim. Menurut dia, Munas itu sedikit aneh alias tak lazim dan berdekatan dengan waktu Muktamar.
Padahal sudah dilaksanakan Munas dan Konferensi Besar (Konbes) pada 1-2 November 2014, meski tanpa menghasilkan keputusan. Dia juga berdalih bahwa Munas adalah forum yang terdiri dari para syuriah pengurus wilayah (setingkat provinsi) dengan materi permasalahan keagamaan.
Sedangkan Konbes diikuti para pengurus tanfidziyah untuk membahas persoalan organisasi dan kelembagaan. “Yang terjadi pada Munas yang dipaksakan itu adalah Munas tanpa Konbes dengan materi tunggal membahas sistem pemilihan Rais Aam melalui AHWA. Barangkali ini baru pertama kali dilakukan Munas oleh PB NU tanpa adanya Konbes,” kata Makarim melalui keterangan tertulis pada Rabu (17/6/2015). []