Bisnis.com, JAKARTA — Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran meminta panitia seleksi untuk mencari calon pimpinan KPK yang berani menuntaskan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto mengatakan masukan tersebut bertujuan agar Pansel KPK memperhatikan calon pemimpin yang berani menuntaskan kasus korupsi masa lalu yang terus membebani APBN hingga saat ini hingga 2044.
“Kenapa BLBI? Karena kasus tersebut belum terungkap sama sekali,” katanya dalam keterangan resminya, Rabu (3/6/2015).
Yenny mengimbau, pansel harus lebih selekstif memilih calon pimpinan KPK dengan roadmap pemberantasan dan pencegahan korupsi yang jelas. “Jangan seperti Ruki [Taufiequrachman Ruki] yang tiba-tiba menghentikan penyidikan kasus BLBI ini hanya beberapa saat setelah terpilih menjadi Plt Pemimpin KPK.”
Menurutnya, kasus BLBI sudah merugikan negara hingga Rp2.000 triliun pada 2015 dengan ancaman meningkat menjadi Rp5.000 triliun pada 2033. “Nilai tersebut belum termasuk nilai guna dan nilai tambah dari aset yang seharusnya dikembalikan oleh obligor dari Surat Keterangan Lunas.”
Selain itu, skandal BLBI adalah kejahatan ekonomi besar sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun sudah berlalu sekitar 17 tahun sejak 1998, penyelesaian kasus ini tidak menemui titik terang.
Padahal, paparnya, menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2000, BLBI merugikan keuangan negara Rp138,442 triliun dari Rp144, 536 triliun BLBI yang disalurkan, atau dengan kebocoran sekitar 95,78%.
Dari audit dilakukan pada Bank Indonesia dan 48 bank penerima BLBI, dengan rincian: 10 bank beku operasi, lima bank take over, 18 bank beku kegiatan usaha, serta 15 bank dalam likuidasi.”
Manajer Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi menambahkan, hasil kejahatan BLBI telah beranak pinak menjadi konglomerasi kuat di Indonesia. “Hal ini dapat tecermin dari audit BPK ini juga merinci 11 bentuk penyimpangan senilai Rp84,842 triliun.”
Penyimpangan itu a.l. digunakan untuk membayar atau melunasi modal pinjaman atau pinjaman subordinasi; pelunasan kewajiban pembayaran bank umum yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya; pembayaran kewajiban pihak terkait; transaksi surat berharga; pembayaran dana pihak ketiga yang melanggar ketentuan; kerugian karena kontrak derivatif; pembiayaan placement baru PUAB; Pembiayaan ekspansi kredit; Pembiayaan investasi dalam aktiva tetap, pembukaan cabang baru , rekruitmen, peluncuran produk dan pergantian sistem; pembiayaan over head bank umum; serta pembiayaan rantai usaha lainya.