Kabar24.com, JAKARTA—Pemerintah belum mengambil sikap atas rencana DPR merevisi undang-undang (UU) untuk mengubah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang PPP dan Partai Golkar menjadi peserta Pilkada.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah masih belum bisa mengambil persetujuan atas revisi itu.
“Semua tergantung KPU sebagai pelaksana pilkada dan Presiden Joko Widodo sebagai pengambil keputusan terakhir,” kata Tjahjo di Kompleks Gedung Parlemen, Senin (11/5/2015).
Menurutnya, pemerintah harus lebih dulu berkonsultasi dengan KPU untuk membicarakan usulan perubahan UU tersebut. “Kami perlu waktu untuk berdiskusi dan konsultasi dengan KPU sebagai mitra kami.”
Konsultasi dengan KPU itu, paparnya, untuk mengetahui urgensi, sebab, dan akibat dari perubahan UU tersebut.
“Kami yakin, DPR bisa menerima sikap pemerintah. Tujuan kami sama, ingin pilkada berjalan dengan baik,” ujar Tjahjo.
Meski demikian, DPR akan segera membahas revisi tersebut jika pemerintah dan KPU menyetujuinya.
Pembahasan perubahan beleid yang dianggap hanya menguntungkan golongan tertentu akan dimulai pada Senin (18/5) saat Masa Sidang IV DPR dimulai.
Ketua DPR Setya Novanto mengatakan revisi tersebut akan segera dibahas dengan KPU dan pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
“Pimpinan DPR, pimpinan Komisi II, KPU, serta Mendagri sudah berkonsultasi untuk melakukan revisi UU No. 8/2015 tentang Pilkada,” ujarnya.
Setnov, sapaan akrab Setya Novanto, juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun langsung menangani masalah ini.
“Kami sudah minta Mendagri untuk berkoordinasi dengan Presiden Jokowi,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menambahkan, dalam revisi UU itu, DPR menginginkan agar KPU mempunyai solusi tentang kepesertaan partai politik berkonflik dalam pilkada.
“Sampai saat ini, UU tidak mengatur persengketaan atau perselisihan parpol yang berisiko memunculkan masalah dalam pencalonan,” katanya.
Diketahui, pengubahan UU tersebut untuk mengakomodasi kepentingan PPP dan Partai Golkar yang saat ini masih terbelah menjadi dua.
KPU melalui PKPU tidak membolehkan keduanya menjadi peserta pemilu karena legalitas kepengurusannya masih lemah.
“Kalau belum islah atau kepengurusannya mempunyai kekuatan hukum tetap, partai berkonflik tidak bisa menjadi peserta pilkada yang akan digelar pada 9 Desember 2015,” kata Ida Budiati, Komisioner KPU.