Kabar24.com, JAKARTA--Minimnya pemberitaan di media massa membuat kinerja tujuh menteri dalam Kabinet Kerja yang dibentuk Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla tidak banyak diketahui oleh masyarakat.
Berdasarkan riset Political Communication (Polcomm) Institute, tujuh menteri yang kuantitas pemberitaannya paling minim adalah Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Menteri Riset dan Dikti M. Nasir, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise, serta Menteri koperasi dan UKM Gusti Ngurah Puspayoga.
Riset dan kajian bertema "Kinerja dan Komunikasi Menteri Jokowi: Publik Tahu atau Tidak?" dilakukan Polcomm Institute dengan teknik pengumpulan data berupa 32.047 berita dari 15 media massa nasional.
Pengumpulan berita berlangsung pada periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yakni Oktober 2014-April 2015. Adapun analisisnya dilaksanakan pada 1-7 Mei 2015.
Direktur Political Communication Institute Heri Budianto mengatakan menteri-menteri harus proaktif membangun komunikasi publik yang baik. Dengan komunikasi tersebut, kinerja menteri dapat diketahui publik.
"Sektor pangan dan kesehatan itu kan sangat penting, tapi publik tidak tahu apa yang dilakukan menteri-menteri teknis," kata Heri, Senin (11/5/2015).
Sementara itu, menteri yang kinerjanya paling banyak diberitakan di media massa ditempati oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan persentase sebesar 12,3%.
Susi dinilai Heri berhasil melakukan kegiatan yang sesuai dengan selera media. Utamanya dengan aksi blusukan dan membongkar praktik illegal fishing di Indonesia.
Menteri lain yang juga sering muncul dalam pemberitaam media massa cetak, online, dan elektronik adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly 9,3%, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan 9,1%, Menkopolhukam Tedjo Edhi Purdijatno 8,3%, dan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri 7,8%.
Tingginya frekuensi munculnya menteri-menteri tersebut di media massa tidak otomatis menciptakan citra positif.
Kinerja Menkumham dan Menkopolhukam, misalnya, mayoritas dibingkai dengan negatif.