Kabar24.com, JAKARTA- Australia tidak menarik Duta Besarnya dari Singapura saat salah seorang warganya dihukum gantung di Singapura terkait kasus narkoba, berbeda dengan keputusan Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang menarik Duta Besarnya di Indonesia setelah eksekusi mati dua warganya.
Abbot, Rabu (29/4/2015), memutuskan untuk memanggil Paul Grigson, Duta Besar Negeri itu di Jakarta, setelah dua warga Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan menjalani eksekusi hukuman mati di Nusakambangan.
"Kami menghargai kedaulatan Indonesia, tapi eksekusi mati ini bukan hal sederhana yang bisa dilupakan begitu saja," kata Abbot dalam konferensi pers di kantornya, seperti yang dilansir Sydney Morning Herald, Rabu.
Menurut Abbot, duta besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, akan dipulangkan untuk berkonsultasi dengan pemerintah Australia soal hubungan bilateral kedua negara. Penarikan duta besar ini juga dilakukan untuk menghargai nyawa dua warga negara Australia yang ditembak timah panas oleh jaksa eksekutor di Nusa Kambangan.
"Eksekusi mati itu kejam, seharusnya itu tak perlu dilakukan," kata dia.
Ini adalah pertama kalinya Australia memanggil pulang duta besarnya di sebuah negara terkait warganya yang dieksekusi mati karena kasus narkotika. Negeri Kangguru itu tak melakukan hal yang sama ketika warganya dieksekusi mati di Singapura pada tahun 2005 dan Malaysia pada 1986 dan dan 1993.
Tahun 2005, saat Nguyen Tuong Van, 25, ditangkap karena narkoba dan kemudian menjalani eksekusi mati di Singapura, Desember 2005, Australia tak menarik duta besarnya meski sempat tegang.
Nguyen tertangkap di Bandara Changi, Singapura, pada 2002 karena membawa 392,2 gram heroin dari Kamboja. Jumlah heroin Nguyen 26 kali lebih banyak dibanding jumlah minimal dalam undang-undang Singapura. Sesuai undang-undang anti-narkoba Singapura, siapa pun yang memiliki heroin minimal 15 gram diancam hukuman mati.
Pengadilan Singapura menjatuhkan hukuman mati pada Nguyen pada 20 Maret 2004. Nguyen ajukan banding dan kalah. Pengadilan Banding Singapura memutus Nguyen pada 20 Oktober 2004 tetap menjalani eksekusi hukuman mati dengan cara digantung pada 2 Desember 2005. Eksekusi Nguyen berlangsung diam-diam, dan saat itu sedang berlangsung KTT APEC di Korea Selatan.
Sebelum eksekusi, John Howard, Perdana Menteri Australia saat itu mengajukan permohonan terakhir untuk menyelamatkan nyawa Nguyen. Howard minta kepada Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong untuk menghentikan eksekusi, namun tetap dilakukan.
Howard mengatakan kecewa dengan proses eksekusi dan karena Singapura tak memberitahu, kapan hari eksekusi Nguyen. Padahal keduanya sempat bertemu. Setelah itu, Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo menyampaikan permintaan maafnya kepada Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer. Namun, setelah itu hubungan membaik. Australia tak pernah mengancam atau menarik dubesnya dari Singapura.
Dalam jumpa persnya Rabu pagi, Abbot beralasan eksekusi mati terhadap kedua warganya itu kejam dan tak diperlukan. Ia menyebut, saat ini adalah masa-masa gelap hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia.
"Saya ingin menekankan bahwa hubungan Australia tercederai atas apa yang terjadi dalam beberapa jam terakhir," kata Abbot.
Andrew Chan dan Myuran Sukumaran masuk dalam gelombang kedua pelaksanaan eksekusi mati dini hari tadi. Selain duo bali Nine, ada enam terpidana mati lainnya yang dieksekusi: WN Nigeria Martin Anderson, WN Raheem Agbaje, WN Brazil Rodrigo Gularte, WN Nigeria Sylvester Obiekwe Nwolise, WN Nigeria Okwudili Oyatanze, dan WN Indonesia Zainal Abidin.
Jenazah duo Bali Nine ini akan disemayamkan di Kedutaan Besar Australia, sebelum dipulangkan ke negara asal mereka.