Bisnis.com,PEKANBARU—PT. Angkasa Pura (AP) II meminta agar PPNS Ditjen Perhubungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menambah pasal Mario Steven Ambarita (21) yang menyusup pesawat Garuda Indonesia.
Direktur Utama (Dirut) PT. AP II Budi Karya Sumadi mengatakan pasal yang ditambahkan adalah pasal terkait identitas diri. Karena Mario tidak membawa KTP saat tiba di Jakarta. Dirut menilai hukuman satu tahun itu seakan ringan bagi tingkah Mario dengan dampaknya yang membahayakan.
"Pasalnya harus ditambah, karena dia tidak membawa KTP. Dengan begitu hukumannya lebih panjang. Namun, saya tidak bilang Mario harus dihukum berat," kata Direktur saat konferensi pers di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Jumat (10/4/2015) sore.
Dirut juga meminta agar penegakan hukum Mario dilakukan dengan transparan. Dia tidak ingin kasus Mario ini mengendap dan terhenti begitu saja. "Mario bisa merugikan bangsa ini. Saya harap Kemenhub mengungkap kasus ini dengan transparansi
Untuk merekomendasikan itu, pihak AP telah menyiapkan Penasehat Hukum selaku perwakilan AP untuk memantau perkembangan kasus tindak pidana penerbangan yang dilakukan Mario.
"Kita berharap agar ke depannya yang seperti ini (Mario) tidak ada lagi. Tidak ada lagi yang main-main, tidak ada lagi yang mau cari popularitas dan sebagainya," kata Direktur.
Sementara itu, Kasubdit PPNS Ditjen Perhubungan Kemenhub Rudi Ricardo menanggapi bahwa pihaknya akan mempertimbangkan soal penambahan pasal terhadap Mario.
"Memang, hingga kini, tersagka tidak bisa menunjukkan KTP. Untuk penambahan pasal, akan kita dalami lagi. Kita telah menjadwalkan pemeriksaan saksi ahli dari bidang penerbangan," kata Rudi.
Hingga kini, Mario masih diamankan di Bandara SSK II. Mario telah mengikuti rekonstruksi di Bandara SSK II, Jumat siang. "Ada 19 adegan dalam rekonstruksi tersangka. Kita akan menlengkapi berkas secepatnya selanjutnya akan menyerahkan ke JPU (Jaksa Penuntut Umum)," kata Rudi.
Karena menyusup ke roda pesawat, pemuda asal Bagan Sinembah, Rokan Hilir (Rohil), Riau itu terancam pidana penjara satu tahun dan denda maksimal Rp500 juta. Mario dikenakan melanggar Undang-undang Penerbangan nomor 1 tahun 2009.