Bisnis.com, JAKARTA - Komisi III DPR memanggil PPATK dan KPK untuk mendalami keterlibatan calon kapolri Komjen Pol Badrodin Haiti dalam pusaran dugaan kepemilikan rekening gendut.
Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin mengatakan komisi hukum yang akan menyelenggarakan uji kelayakan dan kepatutan akan memanggil KPK dan PPATK, Kamis (9/4/2015).
Sesuai dengan jadwal, rapat dengar pendapat akan berlangsung di ruang Komisi III. “Kami akan dengar pendapat dari keduanya tentang dugaan kepemilikan rekening gendut oleh calon kapolri,” kata Aziz.
Selanjutnya, keterangan dari KPK dan PPATK akan dikroscek kepada Badrodin saat uji kelayakan dan kepatutan. “Kami memperoleh informasi, kalau Badrodin juga terlibat dalam kepemilikan rekening gendut,” kata Nasir Djamil, Anggota Komisi III dari Fraksi PKS.
Diketahui, pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai kapolri terganjal kepemilikan rekening gendut. Hingga akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan pencalonan Budi Gunawan dan menggantinya dengan Badrodin.
Sesuai dengan penelusuran Bisnis di situs resmi yang dikelola KPK, diperoleh data laporan harta kekayaan Badrodin dan Budi Gunawan yang cukup mengejutkan. Sesuai dengan dokumen laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), harta kekayaan keduanya sama-sama naik drastis pada tahun yang sama.
Pada saat menjabat sebagai Kapolda Sulawesi Tengah pada 2008, kekayaan Badrodin tercatat hanya Rp2.090.126.258 dan US$4.000. Lantas naik menjadi Rp8.517.056.044 dan US$4.000 pada 2013 saat Badrodin dipromosikan menjadi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri.
Untuk Budi Gunawan, kenaikan angka kekayaannya lebih fantastis. Saat menjadi Kapolda Jambi pada 2008, kekayaan Budi Gunawan Rp4.684.153.542. Setelah dipromosikan menjadi Kalemdikpol pada 2013, kekayaan Budi meningkat menjadi Rp22.657.379.555 ditambah dengan US$24.000.
Sesuai dengan data itu, dalam kurun waktu lima tahun Badrodin dan Budi Gunawan sama-sama mampu melipatkan jumlah harta kekayaannya. Kenaikan tak wajar itulah yang dijadikan dasar keduanya masuk dalam deret perwira tinggi matra Polri yang dianggap memiliki rekening tak wajar karena tidak sesuai dengan profil gaji dan jabatannya.