Bisnis.com, JAKARTA--PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta wajib ketar-ketir setelah majelis mengabulkan gugatan pembatalan kerja sama swastanisasi air di DKI Jakarta.
Ketua Majelis Kakim Iim Nurohim telah mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ). Majelis telah berusaha mendamaikan para pihak dan menunjuk hakim mediator, tetapi tidak mencapai perdamaian hingga 25 Februari 2015.
"Menyatakan perjanjian kerja sama antara PDAM Provinsi DKI Jakarta dengan Palyja beserta seluruh adendumnya batal demi hukum dan tidak berlaku," kata Iim dalam amar putusan yang dibacakan, Selasa (24/3/2015).
Putusan lainnya adalah menyatakan para tergugat lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia atas air bersih terhadap warga negaranya.
Menyatakan para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum karena telah menyerahkan pengelolaan air bersih ke pihak swasta dalam wujud perjanjian kerja sama pada 6 Juni 1997 yang diperbaharui pada 22 Oktober 2001.
Para tergugat diperintahkan untuk menghentikan swastanisasi air tersebut dan mengembalikan ke Peraturan Daerah No. 13/1992 dan peraturan lain terkait. Majelis juga menyatakan para tergugat telah merugikan pemerintah dan masyarakat karena perjanjian kerja sama tersebut menimbulkan dampak kerugian yang besar.
Selain itu memerintahkan para tergugat untuk mencabut Surat Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 3216/072 dan Surat Menteri Keuangan RI No. 5/1997.
Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum penggugat Arif Maulana dari LBH Jakarta mengapresiasi putusan majelis yang masih mau mendengarkan suara rakyat dan menegakkan konstitusi.
"Hakim telah mengabulkan hampir seluruh gugatan, sehingga hari ini merupakan hari bersejarah bagi Indonesia khususnya Jakarta," kata Arif kepada wartawan.
Dia menambahkan batalnya perjanjian kerja sama dengan pihak swasta mewajibkan pemerintah harus tunduk. Pemprov DKI Jakarta diminta untuk segera mengambil alih pengelolaan air dari kedua perusahaan swasta tersebut.
Pemerintah, lanjutnya, tidak perlu melakukan akusisi maupun memberikan ganti rugi apapun terhadap Palyja dan Aetra. Justru pemerintah maupun masyarakat bisa menggugat ganti rugi balik kepada kedua perusahaan tersebut. "Kerugian swastanisasi tersebut per tahun rata-rata bisa mencapai Rp1 triliun sejak 6 Juni 1997," ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Pemprov DKI Jakarta Haratua Purba mengapresiasi putusan majelis tersebut. Menurutnya, amar putusan sudah sesuai dengan semangat dari Gubernur Basuki Tjahja Purnama.
"Putusannya sudah sama dengan semangat pak Ahok untuk mengembalikan pengelolaan air ke pihak pemerintah," ujarnya singkat seusai persidangan.