Bisnis.com, JAKARTA - Konflik internal Partai Golkar antara kubu Bali dan kubu Ancol tampaknya akan berbuntut panjang.
Pasalnya, selain berdimensi politik, konflik di tubuh partai tertua di Indonesia itu tidak lepas dari persoalan hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif.
Dalam dimensi politik, tentu akan sulit untuk mengukur siapa yang benar dan siapa yang salah di antara dua kubu yang bertikai mengingat dunia politik lebih banyak berbicara soal siap yang kuat dan siapa yang lemah.
Sedangkan dalam hubungan antara kedua lembaga tersebut, pengakuan Menkumham Yasonnal Laoly atas Partai Golkar kubu Ancol akan berhadapan dengan Koalisi Merah Putih di DPR.
Partai Golkar kubu Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie mengklaim telah melaksanakan Musyawarah Nasional sesuai aturan partai sehingga merasa memiliki legalitas. Di sisi lain, kubu Agung Laksono mendapat pengakuan dari pemerintah melalui Menkumham Yasonna Laoly setelah menggelar Munas di kawasan Ancol, Jakarta.
Dalam kaitan ini, sulit untuk dibantah bahwa putusan Yasonna telah menunjukkan intervensi pemerintah yang terlalu jauh mencampuri internal partai politik. Padahal, Menkumham hanyalah instrumen pemerintah yang bekerja di ranah adminitrasi. Artinya, pemerintah bukan lagi menjadi pembina partai politik seperti di zaman Orde Baru.
Namun kubu Agung Laksono meyakini bahwa putusan Menkumham sudah tepat sehingga kepemimpinannya telah memiliki legalitas. Kubu itu berdalih putusan Yasonna diambil berdasarkan putusan Mahkamah Partai Golkar meski masih terjadi perdebatan soal tafsir atas putusan itu.
Kubu Aburizal pun mengajukan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mencari legalitas atas kepemimpinannya. Artinya, masih dibutuhkan waktu untuk menunggu putusan pengadilan.
Persoalan itu menjadi kian sulit ketika DPR akan memasuki masa sidang ketiga pada Senin depan (23/3/2015) setelah menghabiskan masa reses selama sebulan. Pertanyaannya adalah DPR dari Fraksi versi Partai Golkar mana yang berhak mengikuti sidang paripurna tersebut?
Para pimpinan MPR, DPR maupun anggota Fraksi Partai Golkar yang duduk saat ini jelas merupakan mereka yang terpilih pada masa kepemimpin Aburizal Bakrie. Mereka telah menduduki berbagai posisi termasuk Ketua DPR Setya Novanto dan sejumlah pimpinan lainnya Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
Wakil Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Agun Gunanjar menegaskan bahwa perombakan Fraksi Partai Golkar di DPR maupun MPR akan segera dilakukan karena Golkar yang diakui pemerintah adalah hasil Munas Jakarta.
Namun Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dari Partai Demokrat mengaku belum menerima surat resmi dari pihak Agung terkait perombakan kepemimpinan Golkar di Senayan meski waktu bersidang tinggal tiga hari lagi. Kendati demikian, Agus mengatakan bisa saja surat itu datang sewaktu-waktu, ketika masuk masa sidang ketiga DPR.
Sedangkan politisi PKS Fahri Hamzah mengatakan perombakan di DPR belum bisa dilakukan karena masih menunggu putusan atas gugatan Partai Golkar ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Agus dan Fahri merupakan dua politisi dari Koalisi Merah Putih.
Lalu, akan bagaimana dinamika sidang paripurna DPR pada Senin mendatang dan sampai kapan konflik internal Partai Golkar akan berakhir? Tunggu saja!