Bisnis.com, JAKARTA - Berbagai elemen masyarakat Karawang menolak rencana Agung Podomoro Land (APLN) yang akan menjadikan tanah sengketa di Telukjambe Karawang sebagai sentra industri dan bisnis. Penolakan keras antara lain datang dari Serikat Petani Karawang (Sepetak).
Dalam keterangan persnya, Sepetak menyatakan Agung Podomoro pada awal pekan ini (16/2/2015), menyatakan tanah milik petani di tiga desa Margamulya, Mulyasari, Wanakerta akan dijadikan kawasan Industri Karawang Industrial Park. Pembangunannya akan segera dilakukan setelah musim hujan ini.
Sepetak mengingatkan pemerintah dan semua pihak terkait seyogianya memperhatikan, melindungi dan membela masyarakat yang menjadi korban atas tanah yang dilakukan korporasi raksasa APLN, yang sebenarnya melanjutkan langkah PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) yang sudah puluhan tahun bersengketa dengan masyarakat lokal. SAMP diakuisisi APLN sejak 2012.
Ketua Sepetak, Hilal Tamimi, mengatakan pada 24 Juni 2014 para petani di tiga desa tersebut tidak berdaya menghadapi aparat Brimob yang melakukan eksekusi tanah sekitar 350 Ha di tiga desa berdasarkan hasil putusan PK No. 160.PK/PDT/2011 yang dinilai cacat oleh pihak masyarakat dan para aktivis advokasi hah rakyat.
"Tujuh ribu pasukan Brimob belum termasuk Dalmas dan oknum TNI dengan beringas melakukan tindak kekerasan terhadap masyarakat yang melakukan aksi perlawanan, meski jumlah mereka tak berarti dibanding pasukan eksekutor," jelas Hilal dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (20/2/2015).
Sepetak menilai negara dalam hal ini Pemkab Karawang yang dipimpin Ade Swara, yang sekarang menjadi tahanan KPK, dan kini dipegang oleh Wabup Cellica Nurachadiana, seharusnya secara total mendukung dan melindungi perjuangan masyarakat di tiga desa tersebut.
"Kami sesalkan, Cellica Nurachadiana yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Karawang tak jauh berbeda dengan pendahulunya Ade Swara yang selalu menutup mata terhadap dinamika konflik petani di Kabupaten karawang, khususnya Konfilk di tiga desa tersebut," kritik Hilal.
Sepetak, lanjutnya, akan terus bergerak bersama masyarakat petani dalam perlawanan menentang penindasan. Berbagai cara dan upaya akan terus digelar, baik berupa aksi-aksi massa terhadap pemerintah maupun aksi okupasi tanah sengketa. "Karena tanah adalah tempat hidup dan matinya kaum tani, maka perlawanan ini bukan hanya bicara hak atas tanah tetapi juga tanggung jawab sejarah akan perjuangan petani," kata Hilal.
Dalam kesempatan itu, Sepetak juga menunjukkan bukti asli kepemilikan hak atas tanah antara lain Letter (c), DHKP, SPPT dan STTS serta beberapa surat keterangan resmi yang dikeluarkan oleh aparat desa.