Kabar24.com, TOKYO – Menyusul perlemahan harga minyak dunia yang kian membebani upaya Bank of Japan (BoJ) untuk mencapai target inflasi 2%, para dewan bank sentral dilaporkan tengah memperdebatkan kapan waktu tepat pengucuran stimulus kuantitatif berikutnya.
Seperti diketahui, pengucuran stimulus yang selama ini dilakukan telah menyebabkan yield bergerak ke area negatif. Hal ini menyebabkan sebagian dewan bank sentral ingin menunda penambahan pelonggaran kuantitatif yang sebelumnya diprediksi akan kembali dikucurkan semester pertama tahun ini.
“Bank sentral kini terjebak pada kebijakannya sendiri. Perlemahan harga minyak dunia memberikan keuntungan besar bagi importir minyak seperti Jepang, namun menjadi persoalan bagi bank sentral,” kata Izuro Kato, kepala ekonom Totan Research di Tokyo, Senin (19/1/2015).
Izuro menjelaskan mengacu pada penyempitan yield, saat ini bank sentral tidak bisa lagi mengucurkan stimulus kapan pun yang mereka inginkan.
Dia mencontohkan kebijakan BoJ untuk menyiasati perlemahan harga minyak dunia yang diputuskan Oktober 2014 lalu, saat bank sentral itu tanpa sinyal sebelumnya memperluas basis moneter menjadi 80 triliun yen dari sebelumnya 60-70 triliun yen.
Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda saat itu mengatakan ekonomi Jepang harus segera menarik diri dari deflasi yang membelit hampir dua dekade. “Kita sedang dalam masa-masa kritis untuk membebaskan diri dari deflasi,” kata Kuroda saat itu.
Kuroda yang sejak tahun lalu ingin mencapai target inflasi 2% per April tahun ini terdesak mengambil kebijakan itu, setelah data iflasi pada bulan-bulan terakhir 2014 menunjukkan fakta kian menjauhnya jarak BoJ dari target tersebut.
“Namun jika inflasi berada di bawah 1%, maka dipastikan bank sentral tidak bisa menunda pengucuran stimulus,” jelas beberapa analis. Mereka memprediksi dalam waktu dekat BoJ akan mengimplementasikan skema pinjaman yang bertujuan mendorong bank-bank meningkatkan pinjaman.