Bisnis.com, JAKARTA—Warga Desa Margamulya, Wanakerta, dan Wanasari, Teluk Jambe, Karawang, sebenarnya ingin masalah sengketa tanah 350 hektare cepat diselesaikan dengan sebaik-sebaiknya. Selama ini, mereka sering dikabarkan ikut mempersoalkan status tanah tersebut.
Salah seorang tokoh Desa Teluk Jambe, Obik Supriadi, mengatakan warga mulai capek dengan masalah yang bertahun-tahun tidak kunjung selesai ini.
“Sebenarnya, warga mau saja dengan tawaran penyelesaian yang terbaik. Cuma itu, mereka sungkan atau mungkin juga takut dengan orang-orang yang katanya menolong mereka,” kata pria yang biasa dipanggil Abah Obik ini, Senin (8/12/2014).
Menurut Abah Obik, warga juga merasa kaget karena masalah ini digiring ke arah yang bisa menimbulkan konflik, seperti demonstrasi.
Bahkan, aksi demo yang sering dilakukan membuat warga tidak terlalu suka, apalagi jika sudah kelewatan.
Pernyataan Abah Obik juga senada dengan penuturan Kamsir, pemuda asal Margamulya, Teluk Jambe. Menurutnya, warga takut sengketa ini bisa menyebabkan konflik fisik. “Seminggu lalu ada kasus bom molotov di kantor Sepetak,” katanya.
Dia heran kenapa sengketa ini mulai mengarah kepada kekerasan. “Sulit dipercaya kalau itu dilakukan PT SAMP karena perusahaan ini kan secara hukum di atas angin. Untuk apa mengambil langkah itu,” kata Kamsir.
Dia tidak percaya dengan tudingan bahwa PT SAMP ada di balik aksi itu. Seperti diketahui, berdasarkan keputusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 160/PK/PDT/2011, tanah seluas 350 hektare di Teluk Jambe telah sah dimiliki oleh PT. SAMP.
Semua keputusan atas gugatan puluhan warga yang mengaku pemilik tanah, mulai dari tingkat pengadilan negeri hingga ke tingkat kasasi dan PK, memenangkan PT. SAMP.
Sudah belasan tahun tanah eks tegal waroe landen ini disengketakan melalui beberapa orang. Namun, gugatan perdata yang dilakukan oleh Amandus Juang dan Minda Suryana yang telah dikalahkan oleh keputusan PK itu masih terus berbuntut hingga saat ini.
Karena upaya hukum yang sering kandas, Sekretaris Jenderal LBH Karawang Dul Jalil mengatakan pihak lawan PT. SAMP juga melakukan cara lain seperti aksi pengerahan massa.
“Sepertinya, setelah gagal dengan jalur hukum, mereka memakai cara-cara aksi massa yang membawa-bawa warga dan petani untuk mempermudah mencapai tujuan,” ujar Dul Jalil.