Bisnis.com, JAKARTA - Dirjen Bimas Islam Machasin menegaskan bahwa transport para penghulu yang telah melaksanakan tugas pencatatan nikah akan dapat segera dicairkan.
“Insya Allah awal Desember sudah bisa dicairkan,” kata Machasin, Rabu (26/11/2014).
Menurutnya, Ditjen Bimas Islam sudah menyiapkan berbagai persyaratan yang diperlukan dalam proses pencairan dan sudah menyerahkannya kepada Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan.
Machasin memperkirakan dalam waktu dekat ini akan segera terbit Surat Edaran dari Dirjen Anggaran yang memberi persetujuan kepada KPKN untuk mencairkan dana transport para penghulu.
“Kita sedang memproses untuk bisa mencairkannya. Kemarin itu tinggal tanda tangan Dirjen Anggaran saja. Jadi kalau itu sudah ditandatangani, langsung kita cairkan,” terang Machasin.
Isu gratifikasi KUA mencuat seiring dengan hasil survei integritas yang dilakukan oleh Komisi Pemberatasan Korupsi pada beberapa tahun lalu. Hal ini ditengarai karena biaya pencatatan nikah yang terlalu kecil, yaitu hanya Rp 30.000.
Sehubungan itu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2014 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Departemen Agama.
PP 48 yang mengatur masalah biaya nikah ini dinilai memberikan kepastian hukum bagi masyarakat terkait biaya pernikahan. Pasalnya, dalam PP tersebut memberikan pilihan kepada masyarakat untuk menyelenggarakan pernikahan di KUA atau di luar KUA.
Jika di KUA gratis, sedang di luar KUA ada biaya yang harus dibayarkan, yaitu sebesar Rp 600.000. Dengan demikian, ada kepastian hukum bagi masyarakat untuk menentukan pilihan.
Sebagai langkah operasional atas terbitnya PP 48, Kementerian Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 24 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Atas Biaya Nikah Dan Rujuk Di Luar Kantor Urusan Agama Kecamatan.
PMA ini mengatur bahwa transport dan jasa profesi penghulu diberikan sesuai dengan Tipologi KUA Kecamatan yang terbagi menjadi lima, yaitu tipologi A, B, dan C (berdasarkan peristiwa nikah), serta D1 dan D2 (berdasarkan kondisi geografis wilayahnya).