Bisnis.com, SURABAYA--Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengubah rumusan penghitungan upah minimum kabupaten/kota (UMK) supaya upah baru tidak lebih rendah dibandingkan yang berlaku pada tahun berjalan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur Edi Purwinarto menguraikan UMK tahun ini dihitung dengan rumusan upah berlaku plus inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota. Sehingga, rumus ini memastikan ada kenaikan meski besarannya beragam.
"Kalau hanya menghitung inflasi saja artinya kan tidak naik, makanya ada pertumbuhan ekonomi agar buruh merasakan," jelasnya, Selasa (21/10/2014).
Menurutnya, rumusan tersebut berbeda dengan yang digunakan tahun lalu. Kala itu Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerapkan rumus survei kebutuhan hidup layak (KHL) plus inflasi serta pertumbuhan ekonomi.
Rumusan tersebut lantas diganti UMK tahun berjalan sebagai dasar penghitungan. Pertimbangannya kebutuhan hidup layak bisa berubah-ubah drastis mengikuti pergerakan harga barang.
"Ini agar UMK mudah dihitung dan tidak lebih rendah dari tahun sebelumnya," tambahnya.
Dalam perkembangan lain, Edi menuturkan baru 18 kabupaten/kota yang menyerahkan usulan UMK per Selasa (21/10). Meski seharusnya pada tenggat waktu tersebut 38 kabupaten/kota harus menyerahkan usulan upah untuk segera ditetapkan.
Menurutnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan tetap menunggu usulan dari pemerintah daerah. Asalkan saat Jumat (21/11) mendatang Gubernur bisa menetapkan upah minimun yang harus dipenuhi pengusaha pada 2015.
Seperti diketahui UMK di Jawa Timur naik hingga 30% pada tahun lalu. Merespons kenaikan tersebut 44 perusahaan mengajukan penangguhan pemenuhan upah minimum dan disetujui.
Edi menilai pengajuan penangguhan memang memungkinkan asalkan ada kesepakatan pengusaha dan pekerja. Selain itu, pemerintah akan melakukan audit terkait dengan benar tidaknya keterbatasan kemampuan pemenuhan upah tersebut.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo belum bersedia berkomentar banyak terhadap usulan kenaikan UMK yang dalam versi buruh minimal 30%. Namun demikian, upah yang akan diberlakukan 2015 diklaim tetap mempertimbangkan iklim usaha.