Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Pilkada Disahkan, SBY dan DPR Dicecar Netizen

#ShameOnYouSBY menjadi tranding topic dunia dengan jumlah percakapan mencapai 97.500 tweets. Hal itu menjadi rekasi kekecewaan, ketidakpuasan pengguna jejaring sosial kepada SBY dan DPR atas pengesahan UU pemilihan kepala daerah melalui anggota dewan.
Bloomberg
Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA--#ShameOnYouSBY menjadi tranding topic dunia dengan jumlah percakapan mencapai 97.500 tweets. Hal itu menjadi rekasi kekecewaan, ketidakpuasan pengguna jejaring sosial kepada SBY dan DPR atas pengesahan UU pemilihan kepala daerah melalui anggota dewan.

“..buah dari reformasi yang kita jalankan selama ini tentunya pilihan kepala daerah langsung itu mesti kita jaga dan pertahankan…” Demikian sepenggal pernyataan SBY dalam video di YouTube berjudul “Posisi SBY dalam RUU Pilkada” yang di-upload seminggu jelang Rapat pengesahan RUU Pilkada.

Pernyataan tersebut cukup untuk meyakinkan publik bahwa dengan mandat yang diberikan oleh SBY tersebut, Partai Demokrat akan mendukung opsi pemilihan langsung meski ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Namun hal yang tak terduga terjadi kala rapat pembahasan RUU Pilkada tersebut berlangsung, Fraksi Partai Demokrat memilih untuk bersikap netral dan melakukan walk out.

Hasil akhirnya tentu saja bisa ditebak karena kubu yang pro akan pemilihan langsung sejak awal sudah kalah suara dibandingkan dengan kubu yang pro pemilihan tidak langsung atau melalui DPRD yang juga dikenal dengan sebutan Koalisi Merah Putih.  

Melalui sosial media, netizen mengaku terkejut dan kecewa terhadap SBY, maka tak heran jika dengan jumlah percakapan mendekati angka 100.000 tweets untuk topik tersebut menjadi topik yang paling banyak dibicarakan di sosial media.

Netizen mempertanyakan sikap SBY yang menjabat sebagai Ketua Umum, Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Majelis Tinggi Demokrat. Pasalnya, bagaimana mungkin partai tidak bertindak mengikuti arahan dari pemimpin tertingginya.  

Meskipun SBY melalui siaran persnya mengaku kecewa dengan hasil tersebut tetapi hal ini tidak mendatangkan simpati netizen, sebagian besar justru menganggap bahwa hal tersebut adalah bagian dari sandiwara serta memberikan sindiran untuk acting-nya yang dianggap berhasil mengelabui masyarakat seperti yang diungkapkan oleh @ARaghutama “Udah pak,gak usah akting lah, anakmu sendiri juga WO kok,"

Luapan emosi netizen juga dipicu dari isu bahwa SBY selalu tidak ada di Indonesia di saat–saat genting pengambilan keputusan yang sangat penting bagi rakyat Indonesia. 

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi yang tertuang di sosial media melalui akun @SBYudhoyono terkait polemic UU Pilkada tersebut.

Poin lainnya yang menjadi sorotan netizen adalah haknya sebagai warga negara untuk memilih langsung para pemimpin daerahnya telah direbut yang mana hal tersebut juga menandakan kemunduran bahkan “mati” nya demokrasi di Indonesia serta yang paling ditakutkan adalah kembalinya Indonesia ke jaman orde baru.

Hal ini disuarakan oleh netizen dalam bentuk #RIPDemokrasi di twitter yang juga berhasil masuk dalam trending topik dunia dengan 19,107 percakapan. Kata orba atau orde baru disuarakan oleh tak kurang dari sepuluh ribu akun.

Selain itu, Tweet dari akun twitter Walikota Bandung @ridwankamil yang berisi “Tahukah anda, dgn pilkada tdk langsung ini, nasib seluruh calon pemimpin2 di daerah praktisnya akan diatur oleh elit2 di Jakarta” mendapat 3,836 Retweet dan 208 Favorite.

Hasil analisa PoliticaWave, Sabtu, (27/9/2014) dari percakapan di berbagai kanal sosial media menemukan bahwa  kurang dari 1% atau hanya 0,5% yang menyatakan setuju dengan hasil pengesahan UU Pilkada.

Itu pun kebanyakan datang dari akun–akun partai koalisi seperti PKS dan simpatisannya dan sentiment positif juga datang dari topik mengenai koalisi merah putih yang tetap solid.

Sementara itu 99,5% netizen menyatakan tidak setuju atas UU Pilkada tersebut terutama mengenai pemilihan kepala daerah tidak langsung atau melalui DPRD.

Melihat perbandingan jumlah netizen yang pro pemilihan langsung tersebut, pengesahan UU Pilkada tersebut bisa dinilai ironis karena seolah–olah suara rakyat tidak didengarkan oleh wakil rakyat yang ironisnya juga dipilih langsung oleh rakyat.

Penting untuk mengurai lebih dalam apa saja yang disuarakan oleh rakyat di berbagai kanal sosial media karena sudah seharusnya di era digital ini suara rakyat di sosial media menjadi salah satu sumber yang efektif, tidak perlu mengeluarkan banyak biaya, waktu dan real time untuk menjadi media komunikasi bagi para anggota DPR tersebut untuk mendengarkan aspirasi rakyatnya.

Pantauan PoliticaWave menemukan fakta bahwa tak kurang dari 48 jam, sejak Kamis tanggal 25 september 2014 jelang rapat pembahasan hingga Jumat siang tanggal 26 September 2014, telah terjadi percakapan dalam jumlah yang sangat besar yakni 279,619  percakapan yang dihasilkan oleh 89,478 Akun.

Twitter menjadi kanal sosial media yang paling banyak digunakan dengan 274,936 percakapan, Forum seperti Kaskus menempati urutan kedua dengan 1,646 percakapan dan Facebook di urutan ketiga dengan 1,045 percakapan. Terpantau pula pemberitaan online terkait topik ini dengan jumlah yang fantastis yakni 1,884 berita.

UU Pilkada sudah disahkan meski meninggalkan banyak kekecewaan bagi rakyat dan kemunduran bagi demokrasi Indonesia, namun tampaknya ini bukan akhir dari episode polemic UU Pilkada ini. Dengan gelombang penolakan yang begitu besar di sosial media sangat disayangkan jika para wakil rakyat tersebut terus menutup telinga dari aspirasi rakyatnya.

Hingga tulisan ini dibuat di sosial media netizen aktif menyerukan gerakan untuk merebut kembali hak memilih secara langsung diberbagai kanal sosial media seperti di twitter #dukungpilkadalangsung berhasil meraih 3,100 percakapan dan hashtag – hashtag lainnya pun terus bermunculan seperti #savedemocracy dan #timetofightback.

Netizen juga memberikan respon positif atas pemberitaan dimana Ridwan Kamil dan Perludem yang diberitakan akan mengajukan gugatan banding. Berkaca dari sejarah di berbagai belahan dunia seperti fenomena Arab Spring dan occupy WallStreet movement bukanlah suatu hal yang mustahil bisa terjadi di Indonesia karena suara rakyat lebih kuat dari suara dewan adalah keniscayaan di negara Demokrasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Thomas Mola
Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper