Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Peradilan Pidana Anak Mulai Berlaku Tahun Ini

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang disahkan dan diundangkan pada 30 Juli 2012 baru secara resmi mulai diberlakukan pada 2014 atau dua tahun setelah diundangkan.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang disahkan dan diundangkan pada 30 Juli 2012 baru secara resmi mulai diberlakukan pada 2014 atau dua tahun setelah diundangkan.

Undang-Undang ini merupakan sebuah kemajuan besar di bidang hukum yang memberikan perhatian kepada anak Indonesia yang merupakan generasi penerus bangsa.

Undang-Undang ini juga merupakan produk hukum yang membawa paradigma baru dalam bidang hukum.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan banyak anak-anak yang mengalami peristiwa pelanggaran hukum yang mungkin tidak mereka sadari karena alam pikiran mereka belum dapat menjangkau apa yang terjadi pada dirinya.

"Kemampuan mereka untuk menalar pelanggaran hukum masih terbatas dan sebagian dari apa yang mereka perbuat dalam pelanggaran hukum berada di luar jangkauan kemampuan penalaran mereka," katanya.

Linda mengatakan meski mengalami peristiwa pelanggaran hukum, anak-anak tersebut harus tetap tumbuh dengan sebaik-baiknya.

"Maka kondisi psikologis juga harus tetap baik untuk tumbuh kembang mereka secara fisik dan psikologis sehingga mereka harus tetap dilindungi, walaupun untuk ukuran orang dewasa pada umumnya, mereka sedang melakukan pelanggaran hukum," katanya.

Linda menyebutkan, banyak hal-hal baru diatur dalam UU SPPA dengan maksud memberi perlindungan tidak saja kepada anak sebagai pelaku, tetapi juga mengutamakan perlindungan anak korban dan anak saksi misalnya pemberian bantuan hukum dan pendampingan,dengan tujuan agar dapat terwujudnya peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan dan kepentingan terbaik bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH).

"Secara umum, ada perubahan paradigma yang digunakan dalam Undang-Undang ini yaitu 'restorative justice' dan 'diversi'. Restorative justice membawa pesan bahwa kita harus tetap melakukan upaya penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan," katanya.

Sementara, diversi yang dimaksud adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilan.

"Undang-undang ini memegang prinsip untuk kepentingan terbaik anak, memberikan perlindungan dan penghargaan kepada anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, dan penghindaran pembalasan," katanya.

Selain itu, tambah dia, karena paradigma perlindungan dan restorasi ini, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan harus menjadi pilihan terakhir dalam penanganan hukum pada anak yang harus berhadapan dengan hukum.

"Undang-Undang ini juga memberikan kewenangan kepada penegak hukum untuk melakukan diversi, sebuah langkah yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, dengan memegang teguh hak-hak anak dan sudah barang tentu, dengan hati nurani yang bersih. Pada bagian ini, kebijaksanaan para penegak hukum yang dilandasi dengan hati nurani dan nilai moralitas tertinggi akan menjadi landasan bagaimana diversi itu dilakukan," katanya.

Tugas Kementerian Dalam Undang Undang SPPA tersebut, kata Linda, tugas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah melakukan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga terkait dalam rangka sinkronisasi perumusan kebijakan mengenai langkah kebijakan pencegahan, penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, dan re-integrasi sosial.

Koordinasi lintas sektoral dilakukan melalui pemantauan evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan perlindungan hak anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tambah dia, melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dengan cara meningkatkan efektivitas pengawasan pemenuhan hak anak.

Lebih lanjut Linda mengatakan, semua orang hidup dengan melalui periode anak, namun belum tentu bisa memahami secara lengkap hal ihwal anak.

"Anak bukan manusia dewasa yang berukuran lebih kecil, namun mereka adalah manusia seutuhnya yang sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa. Manusia diciptakan untuk menjadi mahluk yang sangat mulia di dunia ini, bahkan diutus menjadi khalifah di atas bumi untuk membawa kebaikan bagi alam semesta, maka prosesnya tidak pendek dan sederhana," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Editor : Sepudin Zuhri
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper