Bisnis.com, JAKARTA - Peserta pemilu akan lebih senang jika penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum bisa diatur atau dirusak-rusak. Oleh karena itu upaya menata ulang penyelenggara pemilu dinilai sangat penting.
Hal itu disampaikan oleh mantan anggota KPU Chusnul Mariyah saat menjadi narasumber talkshow Polemik Sindo Trijaya Network dengan topik "Pilpres Belum Beres" di Warung Daun Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (16/8/2014).
Dalam permohonan gugatan pasangan Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi terhadap dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif, kata Chusnul harus diputuskan secara adil.
Apabila MK memutuskan harus ada pemilu ulang harus dihormati oleh semua pihak karena memperbaiki kesalahan penyelenggaran pemilu perbuatan yang mulia.
"Pemilu ulang bagi saya, kalau ada pelanggaran diulang itu ya biasa saja, memperbaki kesalahan itu hal yang mulia juga," katanya.
Jika pemilu diulang, lanjutnya, tidak berarti anggota KPU kemudian dipenjarakan.
Ia menggarisbawahi terdapat jutaan penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia baik dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga KPPS.
Banyaknya penyelenggara pemilu tidak menutup kemungkinan untuk bisa melakukan kecurangan.
Anggota KPU tahun 2004 itu pun menyarankan agar rekrutmen anggota KPU dilakukan selektif, "tidak menganut asas semua boleh seperti buruh pabrik. Harus dimasukkan ilmu politik dan hukum."
"Jangan sampai ketuanya S1 pertanian, semua menanam jagung di kebun kita," ujar Chusnul.
Menanggapi sengketa di MK, Chusnul menyebut hal itu harus diselesaikan sampai final jangan sampai sengketa berlanjut sampai lima tahun ke depan.
"Jadi siapa pun yang diputuskan nanti sudah legitimate jadi presiden dan rezim negara RI," katanya.