Bisnis.com, JAKARTA—Angin dari utara ke selatan terasa menerpa muka saya dan menyibak rambut seorang perempuan yang sedang duduk sendirian di tengah Taman Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Angin membuat rambutnya yang hitam sebahu terlihat acak-acakan. Dia bereskan sebentar rambut itu dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya masih menggenggam telepon selulernya.
Sore itu, cuaca yang cerah mendorong saya memilih taman Taman Langsat sebagai persinggahan menghabiskan sore sebelum ditelan malam.
Di taman yang baru saja direnovasi pada tahun lalu, saya berjalan-jalan sambil mendengar musik dari earphone yang nyaring melagukan musik rock 80-an. Memang pas, pikir saya. Sore yang cerah mencari udara segar taman kota, dan murah.
Taman cukup sepi, tidak banyak penduduk ibu kota yang memanfaatkan taman seluas 3,5 hektar ini. Dari sapuan pandangan mata saya, tidak lebih dari 10-an orang saja yang sedang bercengkrama, dan sekitar 5 orang berolahraga sore.
Maklum, taman ini belum banyak diketahui banyak orang. Telinga penduduk Jakarta lebih akrab mendengar Taman Ayodia yang jaraknya cuma selemparan batu dari tempat saya berdiri sore itu.
Taman ini memiliki karakteristik unik, berada di tengah kota, lokasinya percis di perempatan lapu merah Jalan Barito Raya dan kontur tanah agak lebih rendah dari jalan raya.
Saya masuk dari arah timur dan langsung berhadapan dengan pendopo berkuran 2x2 meter yang didominasi warna abu-abu. Setelah melewati jembatan kecil menuju timur terdapat beberapa bangku taman.
Tepat di belakang deretan bangku itu, dua orang bocah lelaki sedang asik mengayunkan kaki agar ayunan yang kokoh berdiri di atas pasir putih pantai itu semakin terbang tinggi. Seorang perempuan dan lelaki yang saya kira ibu dan bapak kedua anak itu sedang memandangi mereka dari jauh. Cukup menyenangkan.
Data Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta menyatakan, saat ini jumlah taman kota di Seluruh DKI Jakarta mencapai 1,178 taman. Beberapa taman di Jakarta yang cukup masyhur seperti Taman Suropati yang berada tepat di depan rumah dinas Gubernur DKI Jakarta, Taman Menteng yang menjadi lokasi olah badan dan kreatifitas anak muda.
Selain itu, ada juga Taman Situ Lembang yang setiap waktu dikelilingi pemancing ikan yang setia duduk menatap kail di depan situ, atau taman Monumen Nasional yang hingga kini masih menjadi ikon Ibu Kota ini.
Saat ini, DKI Jakarta memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) 10% dari total luas wilayah. Dalam Perda Rencana Detail Tata Ruang, Pemprov DKI menargetkan adanya peningkatan jumah RTH 6% hingga 2030.
Jumlah itu merupakan target pemerintah semata, di sisi lain pihak swasta ada penambahan sebesar 14%. Tidak semua lahan pada pembangunan gedung di Jakarta bisa dibangun. Penggunaan bangunan hanya 40%, sedangkan 60% sisanya untuk dijadikan taman.
Pemprov berencana akan terus menambah RTH, ruang bermain dan ruang sosialisasi untuk anak-anak. Tujuannya, agar anak-anak dapat lebih bersosialisasi sehingga mengurangi kasus kekerasan anak yang kerap terjadi, terutama anak-anak di kawasan kumuh.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI juga tengah giat mencari calon lokasi RTH baru ke kampung-kampung kumuh yang memiliki luas tanah agak besar sekitar 500 sampai 2 ribu meter persegi agar dijual dan dijadikan sebagai ruang terbuka hijau.
Nantinya, nama pemilik tanah yang bersedia menjualnya ke Pemprov DKI akan diabadikan sebagai nama taman tersebut. "Misalnya nih yang jual tanah ke kami namanya Pak Budi, nanti nama tamannya Taman Budi atau Taman Pak Budi," kata Plt. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama awal bulan lalu.
Salah satu tanah yang akan dijadikan RTH adalah tanah bekas rumah Gubernur DKI Henk Ngantung. "Keluarganya mau jual, nanti kami bongkar semua tanah seluas 2004 meter persegi itu buat dijadiin taman Henk Ngantung. Jadi, orang-orang di sekitar situ punya taman," katanya.
Penambahan RTH di Jakarta sebagai ruang interaksi dan kreatifitas sudah mulai dilakukan Pemprov DKI. Salah satunya adalah membangun taman di bantaran sungai atau waduk seperti yang baru saja diresmikan pada 17 Agustus tahun lalu yakni taman Waduk Pluit, Jakarta Utara.
Di taman itu terdapat pohon-pohon ditanam diselingi bangku taman. Selain taman, akan dibangun pula penyulingan air bersih, tempat pemancingan serta kawasan rekreasi.
Semua pembangunan itu dilakukan untuk mengembalikan fungsi Waduk Pluit, selain sebagai wadah penampung air untuk mengatasi banjir juga sebagai sarana penghijauan kota
Saya berjalan menuju agak lebih jauh ke dalam Taman Langsat, di sini suasana yang disuguhkan agak berbeda. Berbeda dengan taman-taman lain, Taman Langsat memiliki dua bagian, satu bagian terbuka dengan beragam ayunan dan hiasan, sedangkan sisi lain taman adalah lokasi yang lebih rimbun.
Sejumlah pohon besar nan rimbun degan akar yang kolot seolah ingin memeluk. Memberi salam sambutan. Masyarakat biasanya menjadikan lokasi ini untuk jogging. Seperti bukan di tengah kota. Di sini, semua tertutup. Deretan pohon bambu menjadi tangkup yang memisahkan pandang ke luar taman.
Namun, kendati telah mengalami renovasi, pengelola taman agaknya mesti memikirkan agar kolam dan kali kecil yang melintas di tengah taman tidak bersampah dan keruh. Lain lagi dengan persoalan beberapa pemandangan tidak enak, seperti jemburan baju di dekat pos penjagaan.
Tak terasa sudah hari sudah senja, saya lekas beranjak pulang. Angin bertiup agak kencang dari arah selatan, menerpa saya yang sedang bergegas menuju ke depan taman. Melewati tempat duduk perempuan berambut hitam sebahu yang kini sudah tidak kelihatan.