Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaut Desak Sistem Pembinaan STIP Dievaluasi

Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak Badan Pengembangan SDM Perhubungan Kemenhub dan pengelola sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) mengevaluasi sistem pembinaan dan pengawasan taruna sehingga kasus kekerasan di lembaga pedidikan itu tidak terjadi lagi.

Bisnis.com, JAKARTA--Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak Badan Pengembangan SDM Perhubungan Kemenhub dan pengelola sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) mengevaluasi sistem pembinaan dan pengawasan taruna sehingga kasus kekerasan di lembaga pedidikan itu tidak terjadi lagi.
 
Presiden KPI Hanafi Rustandi, mengatakan wacana yang dilontarkan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan agar STIP menutup program pendidikan nautika dan teknika, bukan jalan keluar yang tepat.
 
“Program pendidikan itu harus tetap dilaksanakan, mengingat saat ini Indonesia lagi kritis karena kapal-kapal nasional sangat kekurangan perwira,” ujarnya kepada Bisnis.com, hari ini, Selasa (6/5/2014).
 
Dia mengatakan kekurangan perwira itu harus segera diatasi. Jika tidak, maka pelaut asing akan mengisi posisi perwira di kapal-kapal Indonesia, dan jika hal itu terjadi maka sangat bertentangan dengan UU Pelayaran.

“Ini merupakan masalah serius, terutama menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015,” tuturnya.
 
Hanafi juga mengingatkan, pendisiplinan taruna tidak harus dilakukan dengan kekerasan. Pembinaan moral dan mental perlu dikedepankan, sehingga sikap mereka tidak mengarah pada kekerasan.

Untuk itu, KPI mengusulkan agar seleksi taruna STIP disertai dengan tes psikologi, kolektivitas dan agresifitas.

“Semua itu dimaksudkan agar mereka yang akan menjadi perwira yang bertanggung jawab dalam tugas, serta mampu menegakkan aturan dan prosedur di kapal,” paparnya.
 
Hanafi mengatakan, masih terdapat persoalan yang menghantui pelaut Indonesia saat ini. Salah satunya yakni Pemerintah RI hingga kini belum juga meratifikasi Konvensi Pekerja Martitim atau Maritime Labour Convention/MLC.
 
Padahal, kata dia, MLC yang ditetapkan dalam sidang International Labour Organization (ILO) tahun 2006 di Jenewa itu telah diberlakukan di seluruh dunia sejak 20 Agustus 2013.
 
Konsekuensinya, semua kapal beserta crew dari negara yang belum meratifikasi MLC akan mendapat sanksi internasional. Kapal yang tidak memenuhi ketentuan standar MLC dilarang berlayar.

Perusahaan pelayaran atau pemilik kapal di luar negeri juga mengancam tidak akan merekrut crew dari negara yang belum meratifikasi MLC.

“Kami sangat berharap pada Pemerintah yang baru nanti harus serius memperhatikan masalah ini, karena bisa mengganggu operasional kapal ujar Hanafi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhmad Mabrori
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper