Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MEA2015: Provinsi Banten Kibarkan Bendera Putih

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten menyatakan kualitas tenaga kerja di provinsi ini belum mampu bersaing dengan tenaga kerja asing dalam menghadapi agenda Masyarakat Ekonomi Asean akhir 2015.
Ilustrasi-BLKI Banten/Facebook
Ilustrasi-BLKI Banten/Facebook

Bisnis.com, TANGSEL— Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten menyatakan kualitas tenaga kerja di provinsi ini belum mampu bersaing dengan tenaga kerja asing dalam menghadapi agenda Masyarakat Ekonomi Asean akhir 2015.

Kepala Bidang Perekonomian Bappeda Banten Mahdani mengatakan mayoritas tenaga kerja di Provinsi Banten pada sektor manufaktur hanya berlatar belakang pendidikan sekolah menengah pertama dan jumlah tenaga kerja yang bersertifikasi keahlian hanya 3%.

“Kami sudah ingatkan kepada industri untuk menggerakkan tenaga kerja melakukan pelatihan dan ujian sertifikasi, tapi hingga saat ini hanya sebanyak itu [3%]. Kami tidak yakin tenaga kerja di Provinsi Banten dapat bersaing menghadapi MEA,” kata Mahdani di Serang, Senin (14/4/2014).

Pasar tunggal Asean yang akan segera dilaksanakan akhir 2015 menjadi tantangan cukup berat bagi Provinsi Banten.

Dengan berlakunya MEA bukan hanya arus perdagangan barang dan jasa saja, namun, industri, investasi dan tenaga kerja juga akan terbuka.

Tantangan pemerintah Banten hingga saat ini menurut Mahdani masih sangat banyak.

Pemerintah, menurut dia, akan melakukan pengawasan impor, perlindungan terhadap unfair trade, meningkatkan kinerja infrastruktur dan meredam biaya logistik serta meningkatkan kemampuan tenaga kerja.

Untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja, dalam RPJMD Provinsi Banten 2012-2017, pada 2014 ini pemprov sedang mendirikan lembaga pelatihan bernama COE Petro Kimia Provinsi Banten.

Lembaga ini ditargetkan selesai akhir 2014 untuk melakukan pelatihan kepada tenaga kerja Banten.

Mahdani mengatakan pemerintah akan mendorong tenaga kerja untuk mengikuti pelatihan dan kemudian mengikuti ujian sertifikasi di lembaga sertifikasi pemerintah pusat.

Pemprov menurutnya tidak dapat menyelenggarakan ujian sertifikasi karena yang memiliki wewenang adalah lembaga pemerintah pusat.

Namun begitu, Bappeda masih menyangsikan kesiapan lembaga ini dalam memberikan pelatihan keahlian pada tenaga kerja.

Ditanya target tenaga kerja yang akan mengikuti pelatihan dan tersertifikasi hingga akhir 2015, Mahdani tidak dapat memproyeksikannya.

Menurut hasil riset National University of Singapore yang bekerja sama dengan Pemprov Banten, pada 2012 daya saing industri Banten dari 34 provinsi, hanya berada pada posisi ke-7.

Riset menunjukkan kualitas tenaga kerja dan infrastruktur menjadi faktor utama lemahnya daya saing.

Kajian ekonomi regional Provinsi Banten dari Bank Indonesia Cabang Banten mengatakan peningkatan biaya produksi akibat kenaikan upah minimum rerata Rp300.000 di tiap kabupaten/kota pada 2013 tanpa diikuti peningkatan produktivitas tenaga kerja semakin menurunkan daya saing industri Provinsi Banten.

Tidak hanya itu, sulitnya melakukan ekspansi usaha akibat sengketa lahan dan ongkos logistik yang besar semakin memperparah kerugian industri.

BI Cabang Banten mencatat akibat kenaikan upah minimum 2013 pengeluaran industri untuk upah tenaga kerja mencapai 30% dari total pengeluaran.

“Pemerintah seharusnya berhati-hati dalam menetapkan kenaikan upah. Karena, upah buruh tidak akan pernah turun, sementara ketika upah buruh naik, industri justru sulit melakukan ekspansi. Bukannya memberi kesejahteraan untuk rakyat, industri justru banyak yang hengkang,” kata Dedi Junaedi dari Apindo Banten.

BI Cabang Banten mencatat kerugian yang didapatkan industri pada akhirnya menimbulkan penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Beberapa perusahaan merelokasi pabriknya ke wilayah Sukabumi dan Jawa Tengah yang upahnya relatif lebih rendah.

Deindustrialisasi di Banten pada 2013 juga telah memperparah iklim industri di kawasan ini.

Pada 2012 pertumbuhan industri yang mencapai 52% akhirnya tidak dapat dipertahankan dan melorot menjadi 48,58% pada 2013.

Deindustrialisasi Banten diyakini akan terus berlanjut.

Walaupun Banten memiliki bandara udara dan pelabuhan, tingginya upah minimum di wilayah prospektif seperti Kota Tangerang, Cilegon, Tangsel dan Kab. Tangerang yang mencapai Rp2,4 juta telah mengalahkan potensi yang ada.

Menurut Bappeda, pembebasan lahan untuk fasilitas infrastruktur di Provinsi Banten pada 2013 juga masih memiliki banyak kendala.

Dana dalam bentuk sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) infrastruktur 2013 tersisa senilai Rp1 triliun akibat lahan yang dibebaskan masih bersengketa.

BI Cabang Banten mengatakan belanja modal Pemprov Banten pada tahun 2013 yang diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, jaringan air dan lainnya, hanya terealisasi 50,4%. Tingkat penyerapan terbesar berasal dari pengadaan infrastruktur jembatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper