Bisnis.com, WASHINGTON - The Fed, bank sentral Amerika Serikat, mulai mengotak-atik proyeksi ekonomi institusi itu agar berjalan sesuai target. Hal tersebut mengindikasikan kenaikan suku bunga terjadi lebih cepat dari perkiraan the Fed.
Ethan Harris, Kepala Riset Ekonomi Global Bank of America Corp. mengatakan otoritas bank sentral AS tengah mengalami bias konfirmasi. The Fed akan bersikeras inflasi terakselerasi, meskipun data ekonomi menunjukkan tekanan mulai surut.
“Mereka [the Fed] hanya melihat apa yang mereka inginkan dan yakin bahwa inflasi saat ini bersifat sementara,” ungkap Harris di New York, Kamis (10/4/2014).
Menurutnya, kebijakan the Fed mengabaikan tekanan ekonomi global yang mengarah ke pelemahan permintaan, kompetisi antar emerging markets terkait upah buruh murah, menurunnya harga komoditas, dan terobosan teknologi.
Bloomberg sendiri melacak 121 ekonom yang menyebutkan harga konsumen menguat tipis tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya. JPMorgan Chase & Co. juga menyatakan inflasi global hanya 2% pada Februari 2014, angka terendah sejak akhir 2009 ketika masa resesi.
Inflasi dan pengangguran merupakan dua faktor utama untuk mengukur keadaan ekonomi negeri Paman Sam, sekaligus penentu penaikan suku bunga acuan the Fed. Angka pengangguran AS masih dikategorikan tinggi, pada Januari mencapai 6,6% lalu naik menjadi 6,7% pada Februari tahun ini.
Harris menambahkan penjelasan the Fed mengabaikan fakta yang menunjukkan inflasi tengah melunak di beberapa negara dan kemungkinan masih berlanjut dalam waktu yang lama. “Risiko inflasi akan anjlok lebih jauh juga cukup besar,” tekannya.
Inflasi yang diukur melalui konsumsi pribadi/pengeluaran, telah berada di bawah target bank sentral AS setiap bulannya sejak Mei 2012 dan berada di 0,9% pada Februari tahun ini. The Fed sendiri menargetkan inflasi mampu mencapai 2%.
Kendati demikian, menurut Fed minute pada 18-19 Maret 2014, otoritas bank sentral AS meyakini inflasi akan kembali ke posisi 2% pada beberapa tahun mendatang.