Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah daerah Boyolali siap mengambil alih dan mengelola sendiri kawasan industri Boyolali.
Rencananya, pemda akan menunjuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk menjadi badan pengusahaan kawasan industri.
Bupati Boyolali Seno Samodro mengatakan pemerintah bekerjasama dengan Korea Selatan akan membangun kawasan industri baru di Boyolali, Jawa Tengah.
Kawasan industri dengan luas 500 hektare itu rencananya akan diprioritaskan untuk pembangunan pabrik dari para investor Korea yang masuk ke Indonesia.
Korea Selatan melalui The Korea International Cooperation Agency (Koica) telah memberikan hibah senilai US$4,8 juta atau setara Rp40 miliar untuk pembuatan master plan serta detail engineering design (DED) pembuatan kawasan industri baru di Boyolali.
Korea berencana mengelola kawasan industri tersebut melalui konsorsium perusahaan Korea yang akan terbentuk nantinya.
“Tetapi kami kan user-nya. Dikelola PMA kalau diambil alih Korea, kalau yang ambil alih dalam negeri, kami akan bentuk BUMD, kami siap mengambil. Soalnya, kalau perusahaan tidak mau pakai konsep Korea Selatan bagaimana? Meski begitu, kami berterima kasih Korea mau membantu melakukan studi,” kata Seno, di Kemenperin, Jakarta, Jumat (28/3/2014).
Saat ini, kata Seno, pihaknya masih melakukan proses pembebasan lahan.
Untuk tahap awal memang direncanakan akan mengembangkan kawasan di lahan seluas 300 hektare, tetapi ke depan akan bertambah hingga 500 hektare.
Dari luas 300 hektare, baru sekitar 10% lebih atau sekitar 40 hektare yang sudah terbebaskan. Dia berharap, tahun ini bisa membebaskan lahan sekitar 100 hektare.
Untuk pembebasan lahan, pihaknya menyiapkan anggaran Rp100 miliar.
“Nanti kalau sudah terbebaskan 100 hektar kan bisa mendapatkan pinjaman dari bank, atau nanti bisa juga kerjasama dengan BUMD yang terbentuk untuk pendanaannya,” tambah Seno.
Sama halnya dengan Korea Selatan, pihaknya berharap kawasan industri Boyolali bisa selesai pada 2018 bila konstruksi fisik bisa dimulai pada awal 2016.
Nantinya, diperkirakan akan ada sekitar 100-150 perusahaan yang sebagian besar dari sektor garmen atau tekstil yang berada di kawasan tersebut.
Saat ini, kata Seno, sudah ada 87 perusahaan tekstil yang menyatakan berminat. Dari 87 perusahaan, sekitar 7-8 perusahaan merupakan perusahaan Korea.
Berdasarkan paparan perwakilan Koica, saat ini ada sekitar 1.300 perusahaan Korea Selatan di Indonesia.
Adapun 300 perusahaan merupakan perusahaan tekstil yang saat ini terpusat di Jawa Barat dan Jabodetabek.
Melemahnya daya saing industri tekstil di Jawa Barat dan Jabodetabek membuat perusahaan tekstil Korea bersiap relokasi ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kawasan Industri Boyolali merupakan kawasan yang paling banyak diincar. Selain upah minimum masih rendah, yakni sekitar Rp1,116 juta, harga tanah juga masih murah.
Belum lagi, sumber daya manusia yang sudah tersedia. Hal inilah yang menyebabkan banyak perusahaan Korea tertarik relokasi ke Kawasan Industri Boyolali.
Koica memproyeksikan, dengan selesainya master plan pada 2014, diharapkan konstruksi kawasan bisa selesai pada 2016.
Seiring dengan itu, pada semester II 2015 mulai dilakukan penawaran kavling dan investor bisa masuk pada awal 2016.
Dengan begitu, proyek selesai pada 2018.
Mengenai struktur bisnis, Koica menginginkan kawasan industri Boyolali dikelola oleh perusahaan PMA yang akan dibentuk nantinya.
Imam Haryono, Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian menambahkan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Korea Selatan ini sudah dimulai sejak Desember 2010 dengan tujuan mengembangan industri di Boyolali.
Kawasan tersebut direncanakan akan menjadi kawasan industri tekstil.
“Koica membantu Pemda Boyolali, mulai dari membuatkan master plan, DED, dan sebagainya. Mengenai siapa yang mengelola belum diputuskan, saya berharap pemda Boyolali juga bisa memikirkan dengan benar. Yang panting ini harus jalan,” kata Imam.