Bisnis.com, SINGAPURA—Kini giliran China memasang badan sebagai pemimpin Negara berkembang menyusul tekanan dari India dan Afrika Selatan kepada the Fed terkait dengan efek negatif dari program pengurangan obligasi bulanan.
Sehari setelah Menteri Keuangan Amerika Serikat Jacob J. Lew mempertanyakan perlambatan ekonomi China pada pertemuan G20, Menteri Keuangan China Lou Jiwei mengatakan pemulihan Amerika Serikat lebihdipengaruhi kepada kebijakan moneter dibandingkan dengan reformasi struktural.
Lou Jiwei menambahkan kebanyakan negara maju cukup optimistis terhadap prospek ekonominya, tetapi dirinya memperkirakan optimisme tersebut tidak sepenuhnya benar.
Dia mencontohkan Amerika Serikat. Menurutnya, pemulihan ekonomi lebih didukung oleh kebijakan moneter dibandingkan reformasi struktural. AS selalu menyatakan China harus menggenjot rasio konsumsi. Namun, sayangnya perubahan struktural tidak terjadi di Amerika Serikat.
“Ketegangan masih akan berlanjut. China lebih berpihak pada negara berkembang ketimbang di sisi negara maju,” ungkap Tomo Kinoshita, Ketua Ekonom Nomura Holdings Inc. di Tokyo, seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Senin (24/2/2014).
Sejumlah negara berkembang termasuk Afrika Selatan, Brasil, dan India menaikkan suku bunga acuan seiring dengan keputusan the Fed untuk mengurangi pembelian obligasi bulanan. Indeks MSCI Emerging Market bahkan merosot 4,3% sejauh ini pada tahun ini, pembukaan tahunan terburuk sejak 2010.
The Fed sendiri mempertahankan suku bunga acuan tetap rendah untuk memacu ekonomi. Pasalnya, pemerintah AS masih mengalami defisit fiskal yang menghambat peningkatan konsumsi domestik.
Reaksi keras juga dilontarkan oleh Gubernur bank sentral India Raghuram Rajan yang menegaskan kebijakan pengetatan ekonomi harus dilakukan dengan hati-hati dan terukur agar tidak meng gangu laju ekonomi dunia.
Rajan menambahkan komunitas internasional seharusnya bertanggung jawab, tidak hanya organisasi multilateral, tetapi semua orang. Hal tersebut dibutuhkan untuk memastikan setiap negara mampu ke luar dari permasalahan pelik tersebut.
Di lain pihak, Afsel menginginkan koordinasi kebijakan dari negara maju untuk mengatasi efek negatif tapering oleh The Fed.