Bisnis.com, JAKARTA –Sebelum ada peraturan pemerintah yang baru tentang pelaksanaan layanan pernikahan, penghulu tidak boleh berpraktik di luar KUA.
Para penghulu untuk sementara hanya boleh menikahkan calon pasangan suami istri di Kantor Urusan Agama.
Keputusan soal pelayanan nikah hanya di KUA itu disampaikan Menteri Agama Suryadharma Ali demi menghindari terjadinya praktik gratifikasi untuk penghulu pernikahan.
Hal itu menjadi salah satu poin dalam rapat koordinasi nasional antara KPK dengan Kementerian Agama dan beberapa instansi terkait lainnya pada Kamis (20/2/2014).
Dalam rakernas, seperti disampaikan KPK dalam keterangan persnya yang diterima Jumat (21/2) Menag Suryadharma Ali mengungkapkan perbedaan pelayanan administrasi pemerintahan pada umumnya dengan pelayanan administrasi di KUA.
Disebutkan Suryadharma, jika pada umumnya administrasi pemerintahan melayani pada jam kerja dan di kantor, KUA acapkali melayani di luar jam kerja dan di luar kantor.
“Biasanya waktu pernikahan lebih diminati pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur dan di luar jam kantor,” kata Suryadharma.
Selama belum ada PP yang baru, kata Suryadharma, petugas KUA dibenarkan hanya memberikan layanan di kantor dan pada jam kantor.
Disebutkan juga bahwa saat ini biaya operasional, sarana dan prasarana KUA sangat terbatas.
Di sisi lain, pemekaran sejumlah kabupaten/kota, mengharuskan berdirinya KUA di tiap kecamatan.
Kondisi ini, ujarnya, membuka peluang dan dijadikan alasan pembenaran terjadinya praktik gratifikasi sebagai pengganti biaya transportasi dan operasional pencatatan nikah.
“Saat ini, tiap KUA hanya memiki biaya operasional dua juta rupiah, baru 2014 ini diusulkan ditambah menjadi tiga juta rupiah,” kata Suryadharma.
Kemenag, kata Suryadharma telah membuat rancangan peraturan pemerintah yang akan merevisi PP No.47/2004.
Isinya tentang penyesuaian tarif guna peningkatan layanan pencatatan nikah dan rujuk, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Soal tarif baru, dia mengaku belum bisa menyebut nominalnya, apakah akan diterapkan tarif tunggal atau tarif jamak. Hal itu masih ditimbang dengan melihat aspek ekonomi rakyat dan wilayah geografis.
Diharapkan, dalam dua pertemuan mendatang, persoalan ini akan segera selesai. Sebab, usulan tarif baru telah diusulkan ke Kementerian Keuangan.
Dari sini, rancangan PP ini akan diharmonisasikan ke Kementerian Hukum dan HAM.
Dirjen Anggaran Askolani menyatakan akan segera membahas usulan tarif Kemenag dengan kementerian terkait.
Setelah PP ini selesai, kata Askolani, Kemenkeu akan merevisi Keputusan Menteri Keuangan tentang izin penggunaan anggaran yang akan disesuaikan.
Langkah ini dimaksudkan agar penerimaan dari PNBP bisa digunakan kembali untuk belanja atau membayar insentif petugas KUA.
Setelah revisi PP dan KMK selesai, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Kemenag juga harus direvisi, agar penggunaan anggaran dari PNBP tadi legal dan akuntabel.
“Setelah ini dilakukan, mekanisme ini bisa dilakukan pada 2014, tidak perlu menunggu 2015,” ujar Askolani.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja menikai ini merupakan momen bersejarah. Sebab, persoalan gratifikasi yang telah menahun, akan segera selesai dalam waktu dekat.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan pada 18 Desember 2013.
Saat itu, lahir sejumlah rekomendasi, antara lain biaya operasional Pencatatan Nikah di luar kantor dan/atau di luar jam kerja dibebankan pada APBN melalui mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Payung hukum PP No.47 tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama beserta peraturan terkait, akan diubah paling lambat pada Januari 2014.
Sebelum terbitnya revisi PP yang dimaksud, Kementerian Agama akan mengeluarkan Surat Edaran tentang Pelaksanaan Pelayanan Pencatatan Nikah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rakornas ini merupakan upaya KPK dalam bidang pencegahan. Sebab, KPK melihat ada sejumlah celah potensi terjadinya praktik gratifikasi dalam layanan pencatatan nikah dan rujuk di KUA.