Bisnis.com, JAKARTA - Asian Agri Group menyatakan kesediaannya membayar denda pajak Rp2,5 triliun sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung sebagai bentuk itikad baik perusahaan.
Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Asian Agri Group (AAG) Yusril Ihza Mahendra.
"Dengan adanya pembayaran ini, kami berharap pemerintah segera mencabut segala pemblokiran aset perusahaan supaya operasional AAG dan karyawan bisa berjalan kembali dengan normal," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (30/1/2014).
Yusril membenarkan kliennya sudah membayar Rp719 miliar. Sementara itu, sisanya akan dibayar lewat cicilan sebesar Rp200 miliar per bulan hingga Oktober 2014.
Keputusan pembayaran dengan cicilan dilakukan berdasarkan negosiasi antara perusahaan dengan Kejaksaan Agung (Kejakgung). Dia mengaku tidak ikut dalam pembicaraan tersebut.
Meski dia mengakui masih ada jalur Peninjauan Kembali (PK), tapi AAG belum memutuskan dan masih membicarakan kapan upaya hukum luar biasa itu bakal diajukan ke Mahkamah Agung (MA). Alasannya, AAG tidak pernah menjadi pihak yang ikut diadili, didakwa, ataupun turut disidangkan dalam perkara pajak ini.
Yusril menerangkan pihak yang diperkarakan adalah Suwir Laut, yang merupakan manajer pajak perusahaan sawit ini. Dia menegaskan dalam perkara ini Suwir Laut tidak mewakili korporasi.
Dalam putusan kasasi disebutkan Suwir Laut dikenakan pidana penjara 2 tahun dan denda kepada AAG yang besarnya dua kali pajak terutang. Namun, Suwir Laut tidak akan menjalani pidana ini apabila selama masa percobaan 3 tahun tidak melakukan tindak pidana sejenis.
"Kalau kami ajukan PK, nanti hakim bilang AAG kan bukan pihak," kata Yusril. Oleh karena itu, perusahaan masih membicarakan hal ini.
Dia mengungkapkan pihaknya bukan kuasa hukum Suwir Laut maupun kuasa hukum AAG yang mewakili perusahaan di pengadilan pajak. Sehingga, Yusril tidak bisa menjelaskan apakah Suwir Laut bakal PK atau sejauh mana perkembangan proses banding di pengadilan pajak saat ini.
Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Fuad Rahmani mengatakan AAG harus membayar sanksi administrasi atas penggelapan pajak periode 2002-2006 sebesar Rp1,9 triliun. Pengadilan pajak memutusan denda pengelapan pajak itu harus dibayarkan AAG ke negara melalui Direktorat Jenderal Pajak.
"Sekarang kita tunggu aja, karena pengadilan pajak sedang bersidang," kata Fuad di Kejaksaan Agung, Kamis (30/1).
Dikatakan Fuad, uang Rp1,9 triliun itu adalah sanksi untuk AAG, karena telah melakukan penggelapan pajak dari 2002-2006. Jadi pembayaran uang Rp2,5 triliun itu beda dengan pembayaran saksi administrasi.
"Itu utang 2002-2006, yang di Kejagung sanksi pidana, 2 kali lipat besarnya dari penggelapan pajak," katanya.
Dikatakan Fuad setelah PT AAG membayar uang sebesar 2,5 triliun itu, nanti akan masuk ke Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Untuk itu, kata Fuad, sekarang pihaknya akan mengusahakan agar 14 anak perusahan PT Asian Agri Grup membayar dari ketentuan pajak sebesar Rp1,9 triliun.
Jaksa Agung Basrief Arief menjelaskan AAG mencicil karena tidak sanggup membayar tunai sekaligus. "Namun pihak AAG mengatakan tidak sangup bayar tunai karena nominal sangat besar akan menganggu jalannya satu perusahaan. Kami memperhatikan kepastian hukum tapi juga kemanfaatan, perusahaan jangan sampai terganggu," katanya, Kamis (30/1).
Basrief mengatakan, cicilan pertama yang sudah dibayar AAG senilai Rp719 miliar, ditransfer ke rekening Bank Mandiri milik Kejakgung pada 28 Januari 2014. Sebagai jaminan untuk cicilan, Kejagung sudah memegang giro bilyet sebanyak 14 buah.
Basrief mengakui, cara pembayaran disepakati setelah pihak AAG mendatangi langsung Kejakgung untuk menyampaikan itikad baiknya.