Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selamat Imlek 2565: Mari Baca Ulang 'Tiong Hwa Hwe Kwan' (2-habis)

Dalam konteks kini Tionghoa menyerap ajaran agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dst sesuai yang dianutnya.
Tahun Baru Imlek 2565/my-giftplus/created YUS
Tahun Baru Imlek 2565/my-giftplus/created YUS

“Hwe Kwan di Bandoeng kamadjoeannja

Swaktoe tanda karoekoennja

Oewang kas pendjaga paling banjaknja

Allah kaboelkan pandjang oemoernja”


SIFAT egaliter THHK di jaman itu dipandang sebagai langkah mulia yang berusaha mencari segala daya upaya, tidak memandang kaya dan miskin, semua diperhatikan tanpa terlewatkan.

Ketionghoaan kini juga harus terus memelihara nurani, selalu berikhtiar kepada siapapun tanpa pandang bulu, semua diperhatikan tanpa disia-siakan. Seperti dalam syair atoeran Hwe Kwan amat moelia, mentjari segala daija oepaija, tida di pandang miskin dan kaija, di djaga semoea djangan tersia.

Tionghoa di masa lalu identik dengan pengikut Kong Hu Cu (Confusius) dan THHK sangat menekankan ajaran-ajaran Kong Hu Cu ini. Tujuannya agar Tionghoa mempunyai pegangan hidup dan hidupnya terpelihara baik.

Dalam konteks kini Tionghoa menyerap ajaran agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dst sesuai yang dianutnya.

 

Pada intinya ingin disampaikan bahwa ajaran agama atau filsafat hidup itu penting, agar hidup terpelihara dengan baik. Bagoes Hwe Kwan poenja pikiran, ambil Konghoetjoe poenja atoeran, djikaloe semoega dapet pladjaran, bangsa Tionghwa tida kepiran.

Dan kini Tionghoa bisa menyerap lebih banyak lagi ajaran-ajaran agama dan budaya bersama-sama dengan rekan sebangsanya.
Salah satu kemajuan THHK di saat itu yang mencengangkan ialah kuatnya paham kesetaraan dalam hubungan manusia tanpa memandang status ekonomi dan jabatan.

Di jaman dimana tuan dan hamba begitu jauh jaraknya, tapi THHK justru ingin memandangnya sama sejajar. Tionghoa kini juga perlu keluar dari eksklusivitasnya dan menjadi inklusif.

Dalam arti sebagai subbudaya di lingkup masyarakatnya, Tionghoa berkaca dari THHK duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, dengan sesamanya siapapun dia. Seperti syair ini, atoeran Hwe Kwan adil sekali, kaija dan miskin tidak perdoeli, tida di pandang thauwke dan koeli, terpandang rata sama sekali.

Tak hanya perbedan status ekonomi dan jabatan, THHK juga mewacanakan kesetaraan jender. Syairnya begini, Nabi Kong Hoe Tjoe sebagai wali, anak moeridnja tida di pili, laki prampoewan sama sekali, tiada dibeda sekali-kali.

Dalam konteks saat ini Tionghoa tidak membedakan jender, laki-laki dan perempuan untuk sama-sama meraih kemajuan. Toko adalah etalase, bukti kesetaraan itu, dimana laki-laki dan perempuan Tionghoa saling berganti menjalankannya.

Tionghoa dalam berbagai perkumpulan apapun berkaca dari syair THHK itu, mestinya tidak mau kalah dengan apa yang telah dicapai leluhurnya di jaman itu. Imlek menjadi saat yang tepat untuk mulai meningkatkan panggilan etnisnya demi kemajuan bangsa Indonesia ini. Selamat Imlek 2565.

(Peneliti pada Center for National Urgency Studies Jakarta)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Yusran Yunus
Sumber : Bisnis Indonesia (28/1/2014)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper