Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selamat Imlek 2565: Mari Baca Ulang 'Tiong Hwa Hwe Kwan' (1)

Tahun baru Imlek 2565 yang jatuh pada 31 Januari 2014 seperti tahun baru-tahun baru lainnya selalu mengingatkan tentang harapan baru terutama bagi komunitas Tionghoa agar di tahun Kuda (Be) ini semua menjadi lebih baik (untung, sehat dan sejahtera).
Ilustrasi/my-giftplus/created YUS
Ilustrasi/my-giftplus/created YUS

“Hwe Kwan di Bandoeng kamadjoeannja

Swaktoe tanda karoekoennja

Oewang kas pendjaga paling banjaknja

Allah kaboelkan pandjang oemoernja”

Tahun baru Imlek 2565 yang jatuh pada 31 Januari 2014 seperti tahun baru-tahun baru lainnya selalu mengingatkan tentang harapan baru terutama bagi komunitas Tionghoa agar di tahun Kuda (Be) ini semua menjadi lebih baik (untung, sehat dan sejahtera).

Harapan untuk menjadi lebih baik tentu tidak diraih dengan berpangku tangan. Komunitas Tionghoa harus bergelut bersama-sama komunitas lain di bangsa ini untuk mewujudkannya.

 
Jika dibaca kini, keberadaan orang Tionghoa hendaknya mempunyai motif untuk menolong bangsa Indonesia dan bukan hanya komunitas seetnisnya saja.

 



Namun sebelum kebersamaan itu tercapai, secara internal komunitas Tionghoa di tengah suasana Imlek ini patut mengevaluasi diri akan peran dan eksistensinya.

Cermin terbaiknya tentu saja melihat ke belakang sejarah ketionghoaan di masa lalu yakni tentang keberadaan Tiong Hwa Hwe Kwan (THHK), sebuah perkumpulan orang-orang Tionghoa yang bertujuan untuk memberi makna, relasi, peran dan pergulatan tentang orang Tionghoa di jaman itu.

THHK memang tinggal kenangan, tetapi membaca sejarahnya dalam konteks kekinian perlu bagi Tionghoa. Disamping untuk berkaca pada pergulatan jaman itu, tetapi lebih dari itu sebagai pembanding tentang pencapaian apa yang harus diraih Tionghoa saat ini.

Salah satu catatan penting membaca pergulatan Tionghoa di masa THHK ialah melalui bahasa syair yang tercatat dalam Boekoe sair Tiong-hwa-hwe-kwan koetika boekannja passar derma (Tjia Ki-siang, Pantjoran, Batavia, 1905, dalam Le Sjair de I’ “Association chinoise de Batavia”, Claudine Lombard-Salmon).  

Dalam buku ini Tiong Hwa Hwe Kwan (THHK) menjadi semacam tema besar yang diharapkan bisa menjadi kiblat orang Tionghoa di jaman itu.

Dalam buku Orang-Orang Tionghoa di Java karangan Tan Hong Boen (Solo, 1936), kebanyakan dari 469 orang yang tercatat, mencantumkan keterkaitan dirinya di THHK ini.

Boleh jadi THHK menjadi semacam ukuran atau standar minimal seorang Tionghoa di jaman itu untuk belajar, beraktivitas, menguatkan identitas dan memberikan kemampuannya lewat wadah THHK, untuk berguna bagi pihak lain.

Dalam sebuah syairnya, THHK moela pertama, kampoeng Patekoan ia punja roema, ibarat keloewar boelan poernama, terangken djagat paling oetama.

THHK diharapkan menjadi cikal bakal ketionghoaan yang dilembagakan, lahir dari kampung Patekoan (jalan Perniagaan Selatan, daerah Kota, Pancoran, Jakarta), bak bulan purnama yang akan menerangi dunia.

Menerangi disini berarti memberikan pencerahan dan kebangkitan pada dunia. Dalam konteks saat itu, dunia yang terbatas memang hanya pada Tionghoa.

Jika dibaca ulang dalam konteks kini, orang Tionghoa dalam berbagai kiprah hendaknya bisa ikut menerangi masyarakat luas tak hanya eksklusif Tionghoa saja, dengan kemampuan yang dimiliki.

Lebih tegas lagi disyairkan begini, THHK poenja tjerita, hendak menoeloeng lah bangsa kita, dapet adjaran semoea rata, bole terpake boewat sendjata.

Jika dibaca kini, keberadaan orang Tionghoa hendaknya mempunyai motif untuk menolong bangsa Indonesia dan bukan hanya komunitas seetnisnya saja.

Ketionghoaan perlu mengajarkan apa yang dimilikinya kepada rekan sebangsanya sehingga masing-masing mempunyai kemampuan yang kurang lebih sama. Dan semua ilmu pengetahuan itu menjadi senjata buat meraih kemajuan.

Di masa itu, kesadaran untuk memajukan Tionghoa sudah tumbuh. Meski belum ada jaman globalisasi, sudah muncul perasaan tak mau kalah dengan Belanda.

Keyakinan ini juga diimani dengan melibatkan Tuhan dan banyak orang yang mendukung. Seperti dalam syair ini, terliat njata prentanja Alla, smoea orang dateng membela, hendak adaken roema sekola, sama holland tramaoe kala.

Dalam konteks saat ini niat baik Tionghoa pasti mendapat restu Tuhan dan simpati banyak orang, baik dalam kiprah ekonomi, politik, pendidikan, sosial, budaya bertujuan agar tidak kalah dengan bangsa lain dalam percaturan global saat ini.

Tuhan punya kuasa, kiprah ketionghoaan apapun pasti ada takdirnya. Untuk itulah perlu sosialisasi kepada banyak pemangku kepentingan, sehingga semua anak bangsa bisa ikut maju. Seperti dalam syair, Alla ta-allah ampoenja kwasa, timboelken Hwe Kwan di ini masa, harus di toeroet koeliling desa, madjoeken kita ampoenja bangsa.

(Peneliti pada Center for National Urgency Studies Jakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Yusran Yunus
Sumber : Bisnis Indonesia (29/1/2014)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper