Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anas Mulai Berkicau, Ibas Layak Dipanggil KPK

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menilai sekretaris jenderal partai tersebut Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas layak diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON).
Anas Urbaningrum dan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas/Demokrat.or.id
Anas Urbaningrum dan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas/Demokrat.or.id

Bisnis.com, JAKARTA -  Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menilai sekretaris jenderal partai tersebut Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas layak diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON).

"Kalau saya ditanya apakah mas Ibas itu layak dimintai keterangan oleh KPK terkait P3SON di Hambalang dan proyek-proyek lain, menurut saya layak," kata Anas usai menjalani pemeriksaan di KPK Jakarta, Rabu.

Ibas yang pada saat kongres pemilihan ketua umum Partai Demokrat di Bandung 2010 menjabat sebagai "steering committee" (panitia pengarah) disebut oleh mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group (perusahaan milik Nazaruddin), menerima US$200.000  dari perusahaan tersebut untuk keperluan Kongres Partai Demokrat.

Hingga kini, sudah banyak pengurus partai Demokrat baik di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) maupun panitia kongres yang dipanggil KPK dalam kasus tersebut, tapi nama Ibas belum pernah dipanggil.

Namun Anas tidak mengungkapkan keterlibatan Ibas dalam kasusnya tersebut.

"Kalau keterlibatan, ada tidaknya itu wewenang KPK. Seseorang terlibat atau tidak terlibat pidana itu kewenangan KPK tapi mas Ibas adalah mantan ketua di kongres, jadi kalau ingin tahu soal kongres yang lengkap tentu ketua SC boleh dimintai keterangan," jelas Anas.

Anas mengaku Ibas adalah tim sukses salah satu kandidat yaitu Andi Mallarangeng.

"Mas Ibas itu adalah tim sukses salah satu kandidat, dengan tim sukses salah satu kandidat, sama dengan tim sukses lain yang dimminta keterangan boleh juga mas Ibas dimintai keterangan," tambah Anas.

Anas juga tidak mengungkapkan apakah Ibas menerima sesuatu dalam kongres tersebut.

"Tapi terus terang saya tidak menyarankan apa-apa ke KPK, saya tidak menyarankan mas Ibas diperiksa, saya juga tidak menghalang-halangi mas Ibas untuk diperiksa, mengenai apakah mas Ibas menerima sesuatu belum ditanyakan oleh penyidik ke saya," ungkap Anas.

Menurut Anas, Ibas bisa diperiksa di KPK atau pun di istana kepresidenan.

"Sekali lagi, memanggil orang jadi saksi itu keterangan KPK, kita serahkan ke KPK, tetap selalu ada alternatif, alternatif pertama bisa saja Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) mengantar Ibas ke sini untuk dimintai kesaksian, alternatif kedua bisa juga KPK memeriksa mas Ibas, misalnya di istana, pokoknya ada alternatif," tambah Anas.

Dalam pemeriksaannya kali ini, Anas mengaku diperiksa seputar kongres dan perannya sebagai ketua fraksi di parlemen.

"Diperiksa bagaimana soal kongres, bagaimana soal penanggunjawaban kongres, SC (steering committee-nya), kemudian kompetisinya, juga posisi saya sebagai ketua fraksi waktu itu tugasnya apa, dan juga posisi saya sebagai ketua fraksi tanggung jawabnya apa, pola komuniikasi dengan pimpinan partai seperti apa, dengan dewan pembina bagaimana," ungkap Anas.

Ia pun menegaskan bahwa tidak pernah melakukan "money politic" untuk memenangkan jabatan sebagai ketua umum partai.

"Saya sudah berkali-kali saya tegaskan bahwa tidak ada jual-beli suara dan saya sudah pesan dari awal, salah satu pesan saya kepada para relawan adalah untuk tidak melakukan pembelian suaran, itu posisi etis saya dalam kongres," jelas Anas.

KPK terkait kemungkinan pemeriksaan Ibas mengaku tidak segan.

"Dalam kasus Ibas, tidak ada alasan untuk tidak memanggil Ibas kalau ada kepentingan untuk itu, dan dengan mudah sekali KPK dituding berpihak dan tidak akuntabel kalau kemudian KPK tidak melakukan proses pemeriksaan," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto, Selasa (28/1).

Anas ditahan sejak 10 Januari 2014, setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Anas disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

Uang itu diserahkan ke Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara lain memabyar hotel dan membeli "blackberry" beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas, dan juga jamuan dan entertain. (Antara)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper