Bisnis.com, BATAM – Bank Indonesia meyakini polemik status hutan lindung di Kepri menjadi salah satu faktor yang ikut menekan kinerja ekonomi provinsi itu sepanjang kuartal III/2013.
Gusti Raizal Eka Putra, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepri, mengungkapkan kinerja ekonomi Kepri mengalami perlambatan yang signifikan.
“Perlambatan kinerja ekonomi Kepri pada triwulan III-2013 tercermin dari pertumbuhan kredit yang melambat,” katanya, Jumat (10/1/2014).
Dijelaskannya, total baki debet kredit di Kepri sampai dengan akhir November 2013 tercatat sebesar Rp30,22 triliun atau tumbuh 19,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 28,80% (yoy).
Kredit sektor konstruksi bahkan mencatat pertumbuhan negatif sebesar 16,29% (yoy),demikian pula dengan sektor real estate, persewaan, dan jasa perusahaan yang tumbuh 1,63% (yoy), jauh lebih rendah dibanding dengan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 52,25% (yoy).
Bank Indonesia menurutnya meyakini pertumbuhan negatif dan perlambatan kedua sektor tersebut antara lain pengaruh dari penerapan aturan loan to value (LTV), perlambatan ekonomi Kepri, status hutan lindung dan depresiasi nilai tukar Rupiah.
Bukan kedua sektor itu saja. sektor perdagangan besar dan eceran juga hanya tumbuh 19,75% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 30,22% (yoy).
Untungnya, perlambatan kredit pada beberapa sektor utama tersebut masih tertopang oleh ekspansi kredit di sektor industri, transportasi, gudang, dan komunikasi yang masing-masing tumbuh menguat sebesar 39,77% (yoy) dan 50,96% (yoy) bila dibandingkan dengan tahun lalu.
“Meskipun secara keseluruhan pertumbuhan kredit melambat, tetapi tingkat kredit bermasalah (NPL) masih terjaga pada tingkat yang wajar sebesar 1,81%,” sambungnya.