Bisnis.com, LONDON—Pengurangan bertahap atas program quantitative easing Federal Reserve Amerika Serikat telah melahirkan tantangan baru bagi para investor, yaitu bagaimana menerjemahkan arahan kebijakan suku bunga (forward guidance) bank sentral ke depannya.
Kendati telah ada kejelasan bagi pasar tentang lini waktu pengurangan stimulus (tapering) the Fed, para pemain pasar tetap menggulirkan spekulasi tentang forward guidance yang akan memengaruhi kebijakan moneter berbagai bank sentral besar di dunia pada 2014.
“Sepanjang tahun ini, fokus besarnya adalah tapering. Ke depannya, fokus besarnya adalah pertumbuhan dan bagaimana forward guidance akan membantu kesinambungan pertumbuhan,” jelas Daniel Loughney, Manajer Portofolio Alliance & Bernstein di London, Jumat (20/12/2013).
Forward guidance itu akan menjadi acuan bagi bank-bank sentral di berbagai negara maju untuk memutuskan apakah mereka harus menarik likuiditas senilai triliunan dolar yang telah diinjeksikan ke dalam sirkulasi untuk mendongkrak ekonomi global sejak era krisis 2007-2008.
Bank-bank sentral besar memiliki proses kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga masing-masing forward guidance akan memainkan peran penting untuk memastikan perkembangan mereka berjalan dengan lancar.
European Central Bank (ECB), misalnya, telah memangkas suku bunga dan berjanji untuk melakukan apapun guna menopang pertumbuhan. Sementara itu, Bank of England (BoE) terlanjur berjanji merendahkan bunga acuan hingga 2016, padahal ekonomi Inggris bertumbuh lebih cepat dari perkiraan.
Di lain pihak, Bank of Japan (BoJ) pada Jumat baru saja mengumumkan keputusan untuk melanjutkan program quantitative easing, meski mengklaim era tekanan deflasi Negeri Sakura kemungkinan besar akan segera berakhir.
“Apakah semua [forward guidance] ini adalah alat yang efektif? Dapatkah bank sentral meyakinkan pasar bahwa mereka mampu menekan suku bunga serendah mungkin untuk waktu lebih lama dan menekan inflasi? Ini seperti eksperimen yang dilakukan the Fed dan sangat berisiko tinggi jika pertumbuhan sampai anjlok,” papar Loghney.
Pasar saham AS pada Rabu (18/12) menyentuh rekor tertinggi bersamaan dengan kenaikan tipis atas imbal Treasury bertenor 10 tahun. Hal itu mencerminkan investor menyambut baik keputusan tapering dan forward guidance yang disampaikan Chairman Ben Bernanke.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Bernanke menyampaikan program pembelian obligasi per bulan akan dikurangi menjadi US$75 miliar dari US$85 miliar dengan suku bunga acuan dipertahankan pada level mendekati nol untuk periode lebih lama.
“Jika para pembuat kebijakan dipaksa menarik janji suku bunga acuan rendah hanya dalam beberapa bulan, bagaimana pasar akan percaya pada apa yang mereka katakan?” kata Ahmed Behdenna, analis aset Societe Generale SA di London.
Menurutnya, saat ini akan semakin sulilt bagi bank sentral untuk mengomunikasikan kebijakan mereka guna menjaga agar pasar tetap berada pada kerangka forward guidance selama lebih dari 2 tahun.
Misalnya saja, yang terjadi di Inggris, di mana Gubernur BoE Mark Carney telah berjanji menahan suku bunga pada level 0,5% setelah memangkas program pembelian obligasi senilai total 375 miliar poundsterling sejak Juli tahun lalu.
Kenyataannya, forward guidance yang dijanjikan BoE itu terancam tidak dapat dilanjutkan karena pasar mulai bertaruh suku bunga Inggris akan dinaikkan lebih cepat pada 2015 atau akhir 2014, menyusul pertumbuhan ekonomi yang melampaui estimasi.
“Secara keseluruhan, lingkungan ‘suku bunga rendah berjangka panjang’ membuat tren bullish untuk ekuitas, pasar utang, dan obligasi zona euro periperi menjadi kian penuh kewaspadaan,” jelas Bedhena.