Bisnis.com, JAKARTA – Malaysia menilai Indonesia harus segera menyiapkan diri menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, karena hal tersebut sesuatu yang tidak dapat dihindari meskipun berpotensi membawa berbagai risiko ekonomi.
“MEA sudah terlanjur disepakati untuk tiga bidang, yaitu ekonomi, politik, dan sosio-kultural. Memang ada beberapa masalah yang harus diatasi, tetapi kalau interaksi antarpelaku bisnis diperkuat, risiko jangka panjang akan dapat dikurangi,” kata Menteri Perdagangan dan Perindustrian Malaysia Dato Sri Mustapa Mohamed, Senin (25/11/2013).
Dia mengakui implementasi MEA akan sangat sulit tercapai. “Implementasi 95% saja sudah bagus, sekarang tinggal bagaimana bekerja sama untuk memaksimalkan yang 5% lainnya, sehingga kita bersama-sama dapat mencapai 100%,” lanjutnya.
Dalam sesi sarapan bersama komunitas bisnis RI yang diadakan Binsis Indonesia, menteri yang akrab dipanggil Topa tersebut menjelaskan Asean berbeda dengan Uni Eropa, sehingga implementasi MEA juga memerlukan kompromi.
Asean, lanjutnya, terdiri dari tiga kelas kelompok, yaitu negara relatif maju seperti Singapura dan Brunei, negara berpendapatan menengah seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina, serta negara tertinggal seperti Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar.
“Berbeda dengan Uni Eropa, yang meski terbagi antara grup utara dan selatan, mereka memiliki tingkat pertumbuhan yang serupa. Mereka semua tergolong negara kaya, sehingga memungkinkan untuk menerapkan single currency dan aliran bebas manusia,” jelasnya.
Menimbang latar belakang Asean yang berbeda-beda tersebut, Topa mengatakan implementasi MEA perlu penyesuaian yang tidak sama antarnegara anggotanya. “Jadi, tingkat kesiapan dan kemajuan tiap anggota Asean dalam menghadapi MEA juga tidak dapat disamaratakan,” ujarnya.