Bisnis.com, JAKARTA -Setelah lolos dari permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang dilayangkan PT Bank Mandiri Tbk., PT Benangsari Indahtexindo justru mengajukan permohonan PKPU sendiri kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Permohonan tersebut dimasukkan pada 21 Oktober, hanya beberapa hari setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak pengajuan permohonan dari Bank Mandiri. Permohonan PKPU oleh Benangsari ini pun langsung diputus oleh majelis hakim yang diketuai oleh Edi Suwanto, Rabu (23/10).
"Menyatakan mengabulkan permohonan PKPU sementara selama 45 hari," ujarnya dalam amar putusan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menerangkan Benangsari telah memenuhi persyaratan formil dan materil permohonan PKPU.
Persyaratan itu a.l perusahaan tekstil tersebut mengakui utang-utangnya kepada para kreditur dan memperkirakan tidak dapat lagi menyelesaikan kewajibannya dengan tepat waktu.
Dengan pengakuan itu, permohonan debitur sesuai dengan Pasal 222 Ayat 1 dan 4 Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Di luar itu, majelis hakim menunjuk Dedi Fardiman sebagai hakim pengawas serta Arman Hanis dan Heru Sunaryo menjadi tim pengurus.
Adapun putusan dibacakan hanya 2 hari setelah permohonan didaftarkan di pengadilan sejalan dengan Pasal 225 Ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU.
Ketentuan itu menjelaskan permohonan PKPU yang diajukan oleh debitur harus diputus paling lambat 3 hari setelah didaftarkan.
Atas putusan ini, kuasa hukum Benangsari, Caesar Aidil Fitri, menjelaskan PKPU diajukan karena perusahaan ingin merestrukturisasi utang-utangnya. Namun, dia tidak merinci berapa kreditur yang dimiliki kliennya.
"Produksi kami sedang bagus, tapi kami butuh fondasi untuk tambahan modal kerja dan bayar kewajiban. Semua kreditur yang punya tagihan bisa mengirimkannya ke kami. Proposal perdamaian pun sebenarnya sedang disiapkan," papar Caesar.
Dalam berkas permohonannya, Benangsari menyebutkan mereka mempunyai utang kepada sepuluh kreditur.
Rinciannya adalah Bank Mandiri dengan sisa utang pokok US$42,04 juta, Dwi Makmur Rp7,77 juta, PT Conitex Sonoco Rp45,5 juta, PT Karya Mulya Teknikindo Rp33,64 juta, PT Pimurho Rp27,33 juta, Surya Jaya PD Rp28,52 juta, PD Hasil Lestari Rp13,5 juta, PD Samudra Indonesia Rp21,16 juta, Tanjung Anom Sejati Rp220,12 juta, serta Indosehat Rp15,65 juta.
Dalam berkas permohonan juga terungkap bahwa Benangsari mengalami kesulitan menjual barang-barang hasil produksinya sebagai dampak krisis ekonomi global. Hal ini berakibat pada berkurangnya kemampuan perusahaan membayar kewajibannya.
Perusahaan menyatakan mereka sudah berupaya menyelesaikan utang, terutama kepada Bank Mandiri. Namun, permohonan restrukturisasi ulang maupun penjualan aset direksi secara sukarela diklaim tidak diterima oleh bank BUMN itu.
Benangsari melanjutkan mereka masih menerima banyak pesanan dari konsumen, sehingga pihak perusahaan optimistis segala utang dapat dibayar apabila perusahaan mendapat penambahan waktu. Mereka juga menambahkan ada investor baru yang bersedia menyuntikkan dana.
Dihubungi terpisah oleh Bisnis, kuasa hukum Bank Mandiri, Junadi Tirtanata, mengaku heran dengan pengajuan PKPU oleh Benangsari.
"Kalau mereka mau PKPU, kenapa kemarin susah payah mengabaikan Pasal 245 [UU Kepalitan dan PKPU] dengan membayar kreditur lain?" tanyanya, Rabu (23/10/2013).
Padahal, terang Junadi, PKPU yang mereka ajukan bertujuan agar restrukturisasi utang berada dalam bingkai hukum. Sehingga, jika debitur kembali tidak memenuhi janji maka akan ada konsekuensi hukum. Benangsari disebutkan sudah dua kali diberi kesempatan restrukturisasi, tapi tidak berhasil.
Dia melanjutkan apabila proposal perdamaian yang ditawarkan masuk akal, maka bank pelat merah itu akan menerimanya.
Seperti diketahui, pada 20 Oktober Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan PKPU terhadap Benangsari yang diajukan Bank Mandiri.
Ketika itu, majelis hakim yang diketuai Akhmad Rosidin menuturkan utang terhadap kreditur lain sudah dibayar oleh Benangsari sehingga Pasal 222 Ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU tidak terpenuhi.
Ketentuan itu menyatakan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diajukan oleh debitur yang memunyai lebih dari satu kreditur atau oleh kreditur.
Benangsari diklaim mempunyai utang US$100,24 juta yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Utang muncul berdasarkan beberapa perjanjian kredit yang dilakukan kedua perusahaan. Pinjaman yang diberikan bank BUMN itu berupa kredit investasi, kredit modal kerja (KMK), dan fasilitas letter of credit (L/C).
Kreditur lain yang disertakan dalam permohonan tersebut yaitu PT Laksana Kurnia Mandiri Sejati, PT Surya Alam Jaya, PT Tiga Bintang Manunggal, PT Woongjin Textile, PT Tifico Fiber Indonesia, PT Bintang Agung, PT Asia Pacific Fibre, PT Texcoms, PT Unggulrejo Wasono, dan PT Warna Unggul. Per laporan keuangan 2011, total utang senilai Rp6,13 miliar.
Kemudian kepada PT Orix Indonesia Finance untuk utang leasing sepanjang 2011 sebesar Rp758,15 juta, dan 2012 menyentuh Rp638,16 juta.
Dengan adanya putusan ini, maka Benangsari mempunyai waktu 45 hari untuk menyerahkan proposal perdamaian.
Apabila dalam sidang musyawarah tawaran perdamaian ditolak kreditur, maka pengadilan bisa memberikan perpanjangan masa PKPU atau justru menyatakan debitur pailit. Sidang musyawarah dijadwalkan digelar pada 6 Desember.
Benangsari berkantor pusat di kawasan Gajah Mada, Jakarta dan memunyai pabrik di daerah Sadang, Purwakarta. Perusahaan ini sempat memasok benang untuk rumah mode Italia Giorgio Armani.