Bisnis.com, JAKARTA - Sejak 1985 sudah ada kajian tentang pembangunan transportasi massal mass rapid transit (MRT) dan hari ini baru terealisasi ditandai groundbreaking proyek di Dukuh Atas Jakarta.
Sementara itu, negara di Asia Tenggara yang melakukan kajian lebih lambat dibandingkan dengan Jakarta justru sudah memiliki transportasi publik mirip kereta commuter line tersebut. Bahkan, Myanmar yang merupakan negara baru sudah siap-siap bangun MRT.
"Myanmar sudah mau bangun MRT. Kalau kita sampai kalah dari Myanmar waduh parah sekali," ujar Dirut PT MRT Dono Boestami dalam acara 8-11 Metro TV, Kamis (10/10/2013).
Menurut Dono, tantangan paling berat adalah pelaksanaan di lapangan, karena konstruksi ini menggunakan alat berat yang tidak biasa terjadi pada konstruksi transportasi publik lain.
Jalur bawah tanah harus mengeruk jalan MH Thamrin-Sudirman hingga Senayan sedalam 10-15 meter. Dipastikan kemacetan akan terjadi meskipun dilakukan pengalihan arus. "Justru yang berat di lapangan," ujarnya.
Dalama acara yang sama, pakar transportasi Milatia Kusuma mengatakan untuk mewujudkan MRT harus kerja bareng baik pemerintah pusat dan DKI serta dukungan masyarakat.
Proyek tahun pertama akan terasa manis, kemudian dalam pelaksanaanya terjadi kemacetan. Hal ini harus punya semangat tinggi untuk membenahi dan menyelesaikan. "Bukan konstruksinya saja yang dibangun tapi juga sistemnya," jelasnya.
Transportasi umum di Jakarta sejak 30 tahun belakangan menurutnya abal-abal sehingga masyarakat tidak mau pindah dari kendaraan pribadi. Bagaimanapun MRT harus menarik masyarakat pindah ke angkutan umum sehingga perlu sistem pengumpan yang baik.