Bisnis.com, NUSA DUA—Pemerintah RI nyatanya masih gagal dalam upaya memasukkan produk agro unggulan dalam daftar produk ramah lingkungan maupun daftar produk baru pada Konferensi Tingkat Tinggi APEC 2013 karena dinilai belum memenuhi kriteria yang telah disepakati sebelumnya.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), karet, dan rotan masih butuh pembuktian bahwa ketiganya berkontribusi terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan perdesaan.
“Kami masih ada waktu sampai akhir 2015 baik untuk EGs [environmental goods list] dan kerangka yang baru ini, tetapi kami lebih suka menggunakan pendekatan baru dibandingkan dengan EGs. Intinya, [produk agro Indonesia] pasti bisa masuk karena kami akan bisa membuktikannya,” kata Gita seusai jumpa pers, Selasa (8/10/2013).
Dia menambahkan dari ketiga kriteria yang telah disetujui forum APEC tersebut, khususnya untuk produk sawit, hambatan hanya tinggal masalah emisi karbon. Upaya ini yang sedang digalang oleh pemerintah dan pengusaha swasta agar bisa mematahkan argumen negara lain.
Pihaknya mengaku sudah berkomunikasi dengan pengusaha terkait untuk melakukan studi ilmiah bahwa produk sawit bisa dipertanggungjawabkan dari segi emisi karbon.
Produk sawit, lanjutnya, bisa mengentaskan kemiskinan dan membantu pembangunan pedesaaan. Adapun kriteria sebagai penopang pembangunan berkelanjutan, pemerintah dan pengusaha akan bersinergi untuk mempertanggung jawabkan produksinya dari sisi lingkungan.
Tiga usulan kriteria tambahan untuk menciptakan daftar produk baru ini akan diselesaikan dalam tingkat pertemuan pemimpin ekonomi APEC. Harapannya, produk agro setiap ekonomi anggota bisa dipromosikan sepanjang berkontribusi terhadap pertumbuhan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan berkelanjutan.
“[Kriteria] ini jauh lebih inklusif dibandingkan dengan pendekatan Vladivostok yang agak ad-hoc dan random karena tidak ada parameternya. Kriteria ini lebih bisa dipertanggungjawabkan dan timeline-nya sama dengan EGs yakni diimplementasikan pada 2015,” ujarnya.