Bisnis.com, BANJARMASIN - Media harus menjadi agen transformasi masyarakat. Begitu kira-kira pesan Dahlan Iskan saat memberikan sambutan pada Kongres ke-23 PWI di Banjarmasin, Kamis (19/9).
Apa maksudnya? Bagi Dahlan, peran media dalam membangun bangsa sangat besar. Apalagi, Indonesia telah dinobatkan oleh banyak ekonom, dan diperkirakan oleh sejumlah konsultan, bakal menjadi negara maju tidak terlalu lama lagi.
Pendapatan perkapita dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Indonesia diperkirakan menempati peringkat tujuh dunia pada 2030 mendatang.
Dalam kaitan itu, Dahlan bertanya, akankah ada kesenjangan dengan medianya? Pasalnya, menurut dia, sudah menjadi cirikhas negara maju, sebagian besar headline surat kabar adalah ekonomi. Bahkan dia menyebut 60% headline suratkabar di negara maju adalah isu ekonomi.
Nah, di negara berkembang, sebagian besar headline surat kabar, bahkan dia sebut 70%, adalah isu politik.
"Artinya apa? Media masih menganggap panglima-nya adalah politik. Media masih belum menyiapkan kultur masyarakat ekonomi. Media masih mendorong kultur politik," katanya panjang lebar.
Karena itu, Dahlan berpesan, bobot pemberitaan media harus beralih dari politik ke ekonomi. Media haruslah menjadi agen untuk mengubah pemikiran masyarakat ke arah ekonomi, bukan cuma politik.
Dahlan bercerita, sejarah media di Indonesia didirikan oleh para pejuang. Dan selama ini latar belakang wartawan banyak berasal dari aktivis dan pejuang. Mereka ini tahan banting. Pemikirannya banyak berlatar belakang ideologis dan politik.
Tetapi saat ini dan ke depan, diperlukan banyak wartawan dengan latar belakang bukan aktivis, bukan pejuang, tetapi ekonomi. "Karena itu pula penting, saya titip ke PWI, untuk menyiapkan pendidikan mengenai dasar-dasar ekonomi bagi profesi wartawan," ujar Dahlan.
Pesan Dahlan ini sejalan dengan pernyataan Ketua Umum PWI Margiono yang terpilih kembali untuk periode kedua 2013-2018.
Margiono dalam sambutan pembuka mengatakan program PWI selama lima tahun terakhir fokus pada pendidikan dan pelatihan jurnalistik dan peningkatan kompetensi wartawan.
Ini penting agar media menjadi institusi penyedia informasi yang dipercaya publik dengan dukungan wartawan yang profesional. Dia berharap program pelatihan itu terus dilanjutkan.
Dahlan pun di akhir sambutannya tak lupa menyitir baju formalnya yang tak biasa. Menteri, pemilik Jawa Pos Grup, yang biasanya berbusana tidak formal itu, kali ini mengenakan batik berbahan kain khas Banjarmasin yang disebut sasirangan.
Kebetulan saja, sasirangan yang dikenakan Dahlan berwarna biru. Padahal banyak panitia, termasuk Margiono sendiri, mengenakan sasirangan berwarna hijau.
"Saya nggak tahu, saya [perlu] minta doa nggak ya? Nggak ah nanti dikira kampanye," begitu tutur Dahlan. Anda tahu, Dahlan saat ini sedang mengikuti konvensi calon presiden dari Partai 'Biru' Demokrat.
Kebetulan pula, di arena Kongres itu juga terdapat Sinyo Sarundajang, Gubernur Sulawesi Utara, yang juga salah satu peserta konvensi Partai Demokrat.
Meskipun berkata begitu, Dahlan pun buru-buru melanjutkan, "Wartawan itu suka memuji, tetapi juga suka mengritik, bahkan suka nyindir."
"Cara muji, mengritik atau menyindir bisa lewat tulisan, foto atau kartun. Saya nggak tahu maksudnya apa ini, apakah saya disindir, kok dikasih baju sasirangan warna biru," ujar Dahlan, yang disambut tepuk tangan hadirin.