Bisnis.com, JAKARTA - Apakah tugas yang paling berat dan paling asyik bagi Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri? Jawabannya sama yakni, "BBM." Ya, kebijakan kenaikan BBM adalah sangat monumental dan terasa begitu berkesan bagi Dede, begitu panggilan akrab pria kelahiran 22 Agustus 1965 ini.
Dalam wawancara khusus dengan Bisnis hari ini, Kamis (15/8/2013), doktor jebolan Australia National University ini menjawab panjang lebar seputar RAPBN, kebijakan selama jadi menteri hingga soal reformasi birokrasi.
Dede merasa kebijakan pemerintah menaikkan BBM bersubsidi pada 22 Juni, merupakan keputusan yang paling berat. Maklum, rencana tersebut terkatung-katung sejak tahun lalu.
Selama hampir 3 bulan jadi Menkeu--dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Mei--, ia harus realistis mengambil kebijakan. "Ya, kan saya jadi menteri hanya 1,5 tahun. Jadi harus mempersiapkan fondasi bagi menteri berikutnya," ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal yang hanya menjabat setahun sejak 14 Juni 2012 itu.
Keahliannya dalam bidang makroekonomi, perdagangan internasional, dan ekonomi politik membuat makin asyik berbicara dengan suami Dana Iswara itu.
Ia begitu memamahi persoalan. Maklum, sebelumnya ia pernah duduk sebagai Penasehat Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia (2006-2010), Sherpa Indonesia untuk G-20 (2008) dan Deputi Menteri Keuangan untuk G-20 (2006-2010).
Di tengah kesibukannya, ia juga mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sebelumnya pendiri CReco Research Institute ini menjadi Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional dan pernah menjadi komisaris di beberapa perusahaan publik, dan konsultan di berbagai lembaga internasional.
Chatib Basri adalah buah cinta dari pasangan perantau Minangkabau, Chairul Basri dan Nurbaiti. Ayahnya berasal dari Rao, Pasaman, Sumatera Barat, dan merupakan kakak dari sastrawan Asrul Sani. Itulah sebabnya urang awak ini sejak lebih senang mempelajari politik, sastra, dan seni, dibandingkan ilmu ekonomi. Ia sempat beberapa kali ikut pementasan Teater Cradda di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Bagaimana ia menikmati hidupnya? "Ya, ketika kumpul dengan keluarga saya masih sempat buka laptop untuk menyiapkan pekerjaan. Dinikmati saja."