Bisnis.com, KAIRO - Pemerintah yang didukung militer Mesir mengumumkan keadaan darurat dan jam malam setelah pasukan keamanan menyerbu kamp demonstran Islam, meninggalkan puluhan orang tewas dan memicu bentrokan di seluruh negeri dan mundurnya Wakil Presiden Mohamed El Baradei.
"Keadaan darurat ini berlaku efektif sejak 16:00 waktu setempat Rabu (14/8/2013)," demikian menurut pernyataan dari presiden yang dibacakan di televisi negara. Jam malam akan berlaku di 14 provinsi, termasuk Kairo, Giza dan Alexandria. "Dan siapa pun yang melanggar akan dipenjara," ujar kabinet dalam sebuah pernyataan melalui e-mail.
Beberapa jam sebelumnya, polisi bersenjata memutus dua aksi duduk di Kairo di mana pendukung mantan President Mohamed Mursi dan Ikhwanul Muslimin memprotes penggulingan oleh militer. Para pejabat mengatakan hampir 150 orang tewas secara nasional, sedangkan kelompok Islam mengatakan jumlah korban lebih besar lagi. Setidaknya dua wartawan asing dan putri seorang pemimpin Ikhwanul berada di antara mereka yang tewas.
Ledakan kekerasan adalah yang terburuk dalam serangkaian konfrontasi antara pasukan keamanan dan Islamis yang mengikuti intervensi tentara pada 3 Juli untuk menggulingkan Mursi, memperdalam konflik antara kubu saingan yang dipimpin oleh militer dan Brotherhood.
Mohamed ElBaradei, pemenang Nobel yang mengambil tugas wakil presiden untuk hubungan internasional setelah pengambilalihan militer, mengundurkan diri setelah kekerasan. Dia mengatakan tidak ingin bertanggung jawab atas "pertumpahan darah yang bisa dihindari," demikian menurut pernyataan dari kantornya.
“Mesir bergerak semakin jauh dari proses demokrasi dan lebih dekat ke sebuah republik para perwira, negara didominasi oleh institusi bersenjata," kata Omar Ashour, seorang dosen senior politik Timur Tengah di Universitas Exeter di Inggris "Ini akan menjadi fase yang sangat berdarah dalam beberapa minggu mendatang. "
Sebelum serangan hari ini, diplomat AS dan Eropa telah gagal untuk menjembatani kesenjangan dalam pembicaraan dengan panglima militer Abdelfatah al-Seesi dan pemimpin Islam.
“AS "sangat menentang" penerapan hukum darurat dan meminta pasukan keamanan untuk menahan diri terhadap demonstran,” juru bicara Gedung Putih Josh Earnest kepada wartawan di Washington Rabu (14/8/2013). Catherine Ashton, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, juga mengatakan soal menahan diri dan "proses inklusif rekonsiliasi politik."