Bisnis.com, JAKARTA - Sambil tertunduk dalam dengan mata berkaca-kaca seolah menahan tangis, Endah Rumbiyati tersangka kasus korupsi bioremediasi Chevron mendengarkan putusan majelis hakim Tindak Pidana Tipikor, hari ini Kamis (18/07).
Sesekali, Endah yang mengenakan kemeja putih panjang dipadu dengan scarf berwarna hijau biru itu, tampak gelisah menoleh ke samping kanannya, dimana kuasa hukumnya duduk. Seolah meminta bantuan atas vonis yang dibacakan hakim tersebut.
Akhirnya, Majelis Hakim yang diketuai oleh Sudharmawatiningsih itu, memvonis Manajer Lingkungan Health Environmental Safety (HES) Sumatera Operation PT Chevron Pasific Indonesia itu, dengan hukuman dua tahun penjara, dan denda sebesar Rp200 juta atau subsider tiga bulan penjara.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Sudharmawatiningsih saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor, Kamis (18/07).
Putusan itu, mengacu pada pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Endah terbukti menyalahgunakan kewenangan sehingga menguntungkan korporasi. Endah juga dianggap tidak melaksanakan tugasnya untuk memastikan pengolahan limbah dilakukan sesuai aturan.
Putusan itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu. Saat itu, Jaksa Penuntut Umum menuntut Rumbi dengan pidana penjara selama empat tahun. Jaksa juga menuntut Endah dengan pidana denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Penetapan vonis sendiri, sebenarnya sempat mengalami perbedaan pendapat antara anggota majelis hakim. Namun akhirnya dilakukan mekanisme pengambilan keputusan suara terbanyak,
sesuai Pasal 182 ayat 6 KUHAP.
Setidaknya, ada tiga orang Hakim yang menyatakan perbedaan pendapat (Dissenting Opinion), yaitu Slamet Subagyo, Anas Mustakim, dan Sofialdi.
Dua hakim anggota Slamet Subagyo dan Sofialdi menyatakan Endah tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi, sementara hakim anggota Annas Mustaqim menyatakan Endah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer, yaitu melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sayangnya, usai membacakan vonis ketua majelis hakim tampak tidak sepenuhnya memberikan kesempatan pada Endah, untuk memberikan tanggapan atas putusannya tersebut.
Belum selesai Endah berbicara, sidang langsung ditutup dengan ketuk palu. Endah sendiri, sempat mengucapkan akan mengajukan banding, dengan suara yang tidak jelas dan terputus oleh tindakan ketua majelis hakim itu.
"Atas putusan itu saya langsung mengajukan banding yang mulia. Terima kasih yang mulia," kata Endah.
Usai sidang, Endah langsung memeluk anaknya yang mengikuti persidangan sejak awal.
Dalam kasus itu, Endah didakwa tidak melakukan kewajibannya sehingga kegiatan bioremediasi yang dilaksanakan PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya tidak dilakukan sesuai Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 128/2003.
Selain itu, PT SGJ dan PT GPI sebagai kontraktor, juga tidak memiliki izin untuk mengolah limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup. Meski tidak sesuai ketentuan Kepmen LH Nomor 128/2003, PT CPI tetap membayarkan pekerjaan kegiatan bioremediasi kepada kedua kontraktor. Akibatnya, perbuatan terdakwa yang tidak melakukan kewajibannya, dinilai menguntungkan PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia.
Sebelum Endah, Pengadilan Tipikor juga sudah memvonis hukuman satu tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta kepada Ketua Tim Penanganan Isu Lingkungan di Sumatera Light South (SLS) PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Kukuh Kertasafari. Kukuh dinyatakan bersalah melakukan korupsi dalam kasus korupsi bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CFI) tahun 2006-2011.