Bisnis.com, JAKARTA--Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kelestarian Hutan akan mengajukan permohonan uji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan rencana pengesahan Rancangan UU Pemberantasan Perusakan Hutan pada 9 Juli 2013.
Siti Rahma Mary, salah satu aktivis koalisi, mengatakan DPR berencana menjadwalkan pengesahan RUU tersebut pada 9 Juli. Pengesahan tersebut, sambungnya, dinilai menjadi babak baru ketidaksepahaman DPR RI karena bertentangan dengan sejumlah masalah kritis.
Siti memaparkan salah satunya RUU tersebut berpotensi mengkriminalkan masyarakat adat dan lokal terkait dengan kegiatan terorganisasi di sektor kehutanan. Menurutnya, penegakan hukum seperti itu tidak akan berhasil menangkap pelaku utama yakni pihak korporasi.
"Yang seharusnya disasar adalah korporasi dan atau dalang yang selama ini kerap lolos dari keadilan hukum, baik di tempat yang sama maupun berpindah tempat atau berganti modus," kata Siti dalam keterangan pers, Senin (8/7/2013).
Selain itu, sambungnya, RUU Pemberantasan Perusakan Hutan juga kontraproduktif dengan usaha pemberantasan korupsi. Hal itu, papar Siti, terkait dengan pembentukan lembaga baru yang khusus menangani tindak pidana di sektor kehutanan, termasuk tindak pidana korupsi.
Padahal, demikian koalisi, lembaga yang memiliki kewenangan penyidikan hingga penuntutan itu akan lebih merumitkan koordinasi dan supervisi antar lembaga penegak hukum. Hal itu terutama untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah gencar menyelidiki korupsi kehutanan.
"Berdasarkan sejumlah poin di atas, koalisi masyarakat sipil akan mengajukan uji materil ke MK," kata Siti. "Kami juga menolak disahkannya RUU tersebut menjadi undang-undang."