BISNIS.COM, CILACAP -- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menduga adanya gerakan yang ingin menggagalkan program pemutihan bagi TKI yang melanggar batas izin tinggal di Arab Saudi.
"Salah satu indikasinya kemarin (kerusuhan yang terjadi di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Jeddah, red.). Mereka memprovokasi sampai bakar-bakar supaya programnya batal," katanya, di Cilacap, Selasa (11/6/2013).
Jumhur mengatakan hal itu kepada wartawan usai menghadiri pembukaan Jambore Buruh Migran 2013 di Balai Desa Sidaurip, Kecamatan Binangun, Cilacap.
Gerakan ini, kata dia, dilakukan oleh mafia yang menampung dan mempekerjakan TKI ilegal karena khawatir seluruh tenaga kerja yang mereka tampung akan menjadi legal dengan adanya program pemutihan Kerajaan Arab Saudi.
Dengan demikian, lanjut dia, nasib memperdagangkan TKI-TKI yang tidak berdokumen menjadi pupus dan penghasilannya hilang, sehingga ada gerakan yang seolah-olah ingin menggagalkan program pemutihan ini dengan berbagai cara.
Menurut dia, mafia-mafia yang menampung TKI ilegal ini terdapat di kota-kota Arab Saudi yang banyak dikunjungi orang asing seperti Jeddah, Mekkah, dan Madinah.
Dia mengakui di kota-kota tersebut banyak terdapat TKI dan banyak pula yang memiliki dokumen resmi.
"Tapi ada juga iming-iming dari sebagian orang, kita sebut mafia, ketika dia (TKI, red.) menjadi pekerja resmi, gajinya katakanlah 800 real atau Rp2 juta, kemudian ditawari dengan gaji di atas 800 real karena memang 'suplay' dan 'demand'-nya tinggi sekali, sehingga 'pasar' TKI itu menjadi mahal. Beberapa TKI terbujuk, akhirnya mereka bekerja secara tidak prosedural dan ditampung oleh penampungan-penampungan ilegal," katanya.
Menurut dia, TKI-TKI yang ditampung oleh mafia itu di antaranya TKI yang berkasus dan mantan jamaah umroh yang tidak pulang ke Tanah Air karena ingin bekerja di Arab Saudi.
Dengan demikian, kata dia, baik yang ditampung maupun yang menampung akan mendapat uang.
"Sebagai penampung, tentunya dapat uang yang besar. Nah, ketika ada program pemutihan, mereka-mereka ini khawatir tidak ada penampungan karena TKI-TKI-nya menjadi legal semua," kata dia menjelaskan.
Lebih lanjut, Jumhur mengatakan bahwa pemerintah tidak terjebak oleh kerusuhan di KJRI Jeddah sehingga program pemutihan tetap berjalan.
Dia mengakui bahwa tempat-tempat penampungan TKI ilegal itu tersembunyi.
Bahkan, kata dia, kepolisian Arab Saudi pun tidak mengetahui lokasinya sehingga sulit untuk menggerebeknya.
"Kami mencegah jangan sampai ada orang yang masuk dalam jaringan itu. Makanya ketiga ada program pemutihan, kita dorong supaya TKI itu menjadi legal kembali, berdokumen kembali. Yang tidak mau, berusaha menggagalkan itu (pemutihan, red.)," kata dia menegaskan.
Terkait jumlah TKI yang sudah terlayani dalam program pemutihan tersebut, dia mengatakan bahwa berdasarkan data hingga Senin (10/6/2013) sore, jumlah yang dilayani sekitar 54.000 orang dari 100.000 orang atau lebih.
"Mungkin sampai 200.000, kita tidak tahu pasti karena tidak berdokumentasi," katanya.
Menurut dia, jumlah 54.000 itu yang sudah dilayani dengan bantuan yang belum maksimal karena program pemutihan ini mendadak.
"Kericuhan ini terjadi karena mendadak, ditambah provokasi tadi. Hari terakhir itu (pemutihan, red.), tanggal 9 kemarin, sehingga orang datang semua karena ketakutan tidak bisa dilayani," katanya.
Menurut dia, pemutihan izin tinggal TKI di Arab Saudi itu telah diperpanjang hingga 3 Juli 2013.
Akan tetapi, dia mengharapkan setelah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pulang dari Jenewa, pemutihan itu bisa diperpanjang hingga Oktober 2013.
"Artinya, kita punya waktu lebih leluasa, sehingga tidak perlu lagi orang harus rebutan seperti itu," katanya.
Jumhur mengatakan bahwa sebenarnya dengan keterbatasan sumber daya manusia, tempat, dan sebagainya pun telah melayani sekitar 54.000 TKI.
Bahkan, kata, dia, jumlah itu akan terus bertambah dan dilayani pada malam hari hingga subuh karena suhu udaranya pada siang hari sangat panas.
"Penerbitan SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor) pengganti paspor sudah 18 ribu. Kita juga mendatangkan alat dari Malaysia," katanya. (Antara/dot)
Foto: BNP2TKI