BISNIS.COM, JAKARTA--Puluhan orang yang tergabung dalam Forum Korban Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) melakukan aksi di depan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Thoyib, Humas FK-BPLS, mengatakan tujuh tahun sudah tragedi Lumpur Sidoarjo yang menenggelamkan ribuan rumah di Sidoarjo terjadi. Namun, hingga saat ini ganti rugi kepada rakyat belum dituntaskan.
"Kami ingin melaporkan adanya indikasi korupsi BPLS di atas penderitaan kami yang tenggelam oleh lumpur," ujarnya, Rabu (29/05/2013).
Dia menjelaskan salah satu area yang ditangani oleh BPLS yang diatur dalam Perpres 48/2008 tentang Perubahan Atas Perpres 14/2007 tentang BPLS adalah diluar area terdampak.
BPLS kemudian menetapkan ganti rugi kepada warga dengan harga Rp1,5 juta untuk bangunan, Rp1 juta untuk tanah darat, dan Rp120.000 untuk harga tanah sawah.
Dia memaparkan beberapa indikasi adanya korupsi oleh BPLS a.l mark up luasan tanah yang seharusnya dibayar, BPLS kerap melakukan perikatan jual beli (PIJB) dengan luasan yang jauh di atas luasan yang sebenarnya.
"Misalnya salam sertifikat atau girik hanya 1.000 m2 bisa dilakukan PIJB dengan luas jauh di atasnya."
Kedua, penurunan luas tanah milik korban. Menurutnya, banyak tanah yang di dalam sertifikat luasnya turun dari angka seharusnya berdasarkan hasil verifikasi lapangan. Namun, PIJB yang dilakukan BPLS masih mengggunakan dasar sertifikat dan girik yang ukurannya lebih luas.
Ketiga, jual beli terhadap fasilitas umum. Lapangan, makam, musholla, dan jalan di area BPLS tanahnya dibeli oleh BPLS dan tanah itu diberikan nama-nama oleh BPLS, padahal dengan luasan tanah dan harga tanah darat itu negara diduga dirugikan puluhan miliar.
Keempat, pemerasan oleh oknum BPLS, BPN, dan Kepala Desa dalam proses ganti kerugian. Ini disebabkan oleh selisih harga yang jauh antara harga bangunan, tanah darat, dan tanah sawah sehingga rakyat diancam akan ditetapkan tanahnya sebagai tanah sawah apabila tidak memberikan fee.
Kelima, banyak ditemukan perubahan status tanah yang seharusnya sawah menjadi tanah darat akibat persekongkolan dengan tim verifikasi lapangan BPLS.