BISNIS.COM, JAKARTA—DPR akhirnya menunda pembahasan RUU Pemilihan Presiden (RUU Pilpres) setelah tidak mencapai kesepakatan meski sudah melakukan lobi-lobi lintas fraksi.
Kepastian penundaan itu disampaikan Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) Dimyati Natakusumah setelah pembahasan RUU tersebut tidak mencapai ititik temu pada persoalan presidential threshold (PT). Dia menilai tarik ulur ambang batas bagi satu maupun gabungan parpol untuk dapat mengajukan calon presiden itu menunjukkan partai hanya fokus pada kepentingan partainya masing-masing.
“Ini terjadi karena partai-partai politik tidak lagi memikirkan persoalan bangsa,” ujarnya hari ini, Rabu (10/4/2013).
Menurutnya, semua parpol punya kepentingan terhadap kunci terakhir, yakni persoalan persyaratan calon presiden sehingga ini menjadi beban. Dia menambahkan bahwa presidential threshold bisa saja digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak diatur dalam UUD 1945.
"Undang-udang Dasar hanya mengatur capres harus dari parpol atau gabungan parpol. Tidak ada angka persentasinya minimal berapa. Kalau ini betul-betul diterapkan, harusnya maksimal kita punya 12 capres," ujarnya.
Menurut Dimyati, keinginan partai-partai kecil dan menengah dalam pembahasan produk legislasi adalah membuka peluang capres sebanyak-banyaknya dengan menurunkan PT. Sementara, partai besar cenderung tidak menginginkan banyak capres yang bersaing.
"Inilah yang terjadi ada partai yang optimistis, ada juga yang pesimistis," katanya. Sejauh ini angka PT ditetapkan sebesar 20% raihan kursi secara nasional dan 25% perolehan suara bagi parpol peserta Pemilu 2014.
Empat fraksi yang menyatakan pembahasan Revisi UU Pilpres perlu dilanjutkan adalah PPP, Partai Hanura, Partai Gerindra, dan PKS. Sementara parpol yang menolak dilanjutkannya pembahasan yakni PDI-Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, dan PKB.
Ketua DPR Marzuki Alie mengusulkan angka PT sebaiknya 15% agar jumlah calon presiden bisa lebih banyak pada Pilpres 2014. Menurutnya, dengan angka 15% tersebut kian terbuka peluan g bagi capres alternatif yang tidak memiliki partai besar atau tidak menjadi seorang ketua umum partai.
“Ambil angka moderat sajalah 15%. Kalau 15% akan ada calon empat orang. Empat itu cukuplah,” ujarnya. Dia menambahhkan akan lebih baik lagi dengan adanya 4 capres pilpres hanya berlangsung satu putaran.