BISNIS.COM, BANDA ACEH--Anggaran kesehatan di Aceh selama ini masih bertumpu pada belanja kuratif (penyembuhan) dari pada preventif (pencegahan). Diharapkan ke depan, upaya preventif maupun promotif mendapat porsi penganggaran yang lebih besar.
Seperti yang diungkapkan oleh peneliti PECAPP, Rachmad Suhanda besarnya belanja kuratif dikhawatirkan akan membuat beban anggaran semakin berat dalam jangka panjang.
“Karena sebenarnya upaya preventif atau penyembuhan lebih murah dari pengobatan,” ujarnya.
Hal ini dikemukakan dalam diskusi publik membahas hasil analisis Anggaran Aceh 2007 sampai 2012 bidang kesehatan di 3 in 1 cafe, Banda Aceh, Selasa (2/4/2013).
Diskusi yang dihadiri oleh akademisi, perwakilan Pemerintah Aceh dan aktivis difasilitasi oleh Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP), bagian dari program CPDA - Bank Dunia dengan pendanaan AusAid.
Rachmad memaparkan belanja kuratif mendapat anggaran yang besar dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2012, anggaran kesehatan untuk upaya kuratif mencapai 64% dari total anggaran Provinsi Aceh bidang kesehatan yang mencapai Rp931 miliar.
Trend membesarnya upaya kuratif dimulai sejak 2010, saat program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dimulai.
Sebelumnya, pada 2007, anggaran kesehatan untuk kuratif hanya 37%.
Anggaran untuk preventif di Provinsi Aceh hingga 2012 masih jauh di bawah angka survey sebesar 30% seperti yang dipublikasikan oleh Pusdiklat Aparatur Kementerian Kesehatan.
Lebih lanjut, Rachmad menyatakan bahwa berdasarkan kajian PECAPP, tiap tahun belanja kesehatan di Aceh cenderung meningkat.
Pada 2012, total belanja kesehatan seluruh Aceh (provinsi dan kabupaten/kota) meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2005.
“Ini membuktikan pemerintah di Aceh punya perhatian besar terhadap sektor kesehatan,” ujarnya.
Namun besarnya anggaran ini masih belum disertai pencapaian beberapa indikator kesehatan yang lebih baik.
Beberapa tantangan sektor kesehatan diantaranya angka kematian ibu masih tinggi di mana pada 2011 tercatat 158 per 100.000 kelahiran hidup (KH).
Sementara nasional menargetkan 112 per 100.000 KH pada 2014.
Masalah lainnya adalah ketersediaan sarana dan prasarana serta sumberdaya tenaga kesehatan yang belum mencukupi dan terdistribusi secara merata di Aceh.
Sarana puskesmas di Aceh diakui sudah mencukupi, dengan rasio satu berbanding 14.000 penduduk (1:14.000 penduduk), sementara target nasional hanya 1:30.000 penduduk.
Namun rasio dokter di Aceh masih berada di bawah target nasional, 1:4.000 penduduk, sementara target nasional 1:2.500 penduduk.
PECAPP merekomendasikan agar Pemerintah Aceh membelanjakan sumber daya keuangan yang lebih baik di sektor kesehatan sesuai analisis, kebutuhan masyarakat, serta mengacu pada pencapaian target-target nasional.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Aceh M Yani mengakui anggaran preventif lebih kecil dibandingkan kuratif.
Namun pihaknya berusaha maksimal untuk melakukan upaya preventif dan promosi kesehatan lebih optimal.
“Kami sudah meminta kabupaten kota untuk memperhatikan upaya preventif ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, pihaknya saat ini sedang melaksanakan Musrenbang kesehatan Aceh, untuk mendorong kabupaten/kota melakukan hal tersebut.
Yani mengklaim perhatian kepada preventif dan promotof sebagai upaya pertama yang digiring untuk meningkatkan mutu kesehatan di Aceh.
Dinas Kesehatan sebelumnya juga telah melakukan analisis terkait isu kesehatan di Aceh. Analisis tersebut menjadi data awal untuk memperbaiki capaian indikator kesehatan yang lebih baik.(k33/yop)