BISNIS.COM, JAKARTA. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
Permohonan diajukan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI).
Alasan penolakan adalah karena sebagian pokok perkara yang sama sudah pernah diputus oleh MK, untuk sebagian lainnya tidak terdapat obyeknya lagi, dan ada pula yang tidak beralasan menurut hukum.
Putusan itu dibacakan Ketua MK Moh. Mahfud MD didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya pada Kamis (8/3).
Dalam amarnya menyatakan permohonan para Pemohon mengenai konstitusionalitas Pasal 1 angka 19, Pasal 1 angka 23, Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 44 UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap UUD 1945 tidak dapat diterima.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” ujar Mahfud MD seperti Bisnis kutip dari website resmi MK.
Poin yang dimohonkan FSPPB dan KSPMI (pemohon) untuk diuji materi sebagai berikut.
Pertama, soal Kontrak Kerja Sama pada Pasal 1 angka 19 dan Pasal 6 UU Migas, khususnya pada frasa “kontrak kerja sama lain” pada Pasal 1 angka 19 UU Migas.
Kedua, soal keberadaan BP Migas sebagai Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi serta BPH Migas sebagai Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (Pasal 1 angka 23, Pasal 1 angka 24, Pasal 44 dan Pasal 46 UU Migas).
Ketiga, soal pengaturan badan pelaksana Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sektor minyak dan gas bumi [Pasal 9 ayat (1) UU Migas].
Keempat, terkait pemisahan kegiatan usaha hulu dan hilir sektor minyak dan gas bumi (Pasal 10 UU Migas).
Dan kelima, terkait jangka waktu berlakunya kontrak pada aturan peralihan (Pasal 63 huruf c UU Migas).
Atas sebagian dalil-dalil pemohon MK berpendapat sama dengan putusan MK No. 36/PUU-X/2012, bertanggal 13 November 2012.