BISNIS.COM, JAKARTA. Gugatan PT Metro Batavia terhadap lessor pesawat asal Singapura, CIT Aerospace Asia Pte Ltd, akan dicabut apabila kurator tetap tidak hadir dalam sidang minggu depan.
Ketua majelis hakim Purwono Edi Santosa mengatakan relaas panggilan sidang telah diterima kurator namun tidak hadir dalam sidang dengan alasan yang tak diketahui.
“Kita beri kesempatan satu kali lagi untuk dipanggil, apabila minggu depan mereka tidak hadir maka gugatan ini dicabut,” kata Purwono, Senin (18/3/2013).
Sebelumnya majelis hakim memanggil kurator Metro Batavia untuk mengambil alih perkara gugatan yang dilayangkan perusahaan aviasi terhadap CIT Aerospace sebelum adanya putusan pailit.
Pada 5 Februari lalu CIT Aerospace selaku tergugat minta kepada majelis hakim agar mengugurkan gugatan karena tergugat (Metro Batavia) telah dinyatakan pailit.
Kemudian pada sidang 18 Februari kuasa hukum Batavia hadir dalam sidang namun telah menyerahkan kewenangan perkara itu kepada kurator. Tim kurator tak sekalipun hadir sekalipun mereka telah mengetahui perkara ini.
Turman M. Panggabean yang pernah menyatakan akan melanjutkan gugatan apabila memang menguntungkan bagi boedel pailit belum bisa memastikan kelanjutan kasus ini.
"Aduh, kita lagi konsentrasi untuk rapat [kreditur] dulu!!!" katanya dalam pesan singkat kepada Bisnis.com.
Sementara itu, kuasa hukum CIT Aerospace Yusfa Perdana menyatakan masih akan menunggu minggu depan. "Mereka sudah dipanggil dan tidak hadir. Kami sudah minta pencabutan dan jika minggu depan tidak hadir maka majelis hakim cabut gugatan," kata Yusfa.
Seperti diketahui, tahun lalu Metro Batavia mengajukan dua gugatan kepada perusahaan lessor pesawat asal Singapura tersebut di bawah nomor register 341/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Pst dan 341/Pdt.G/2012/ PN.Jkt.Pst.
Perusahaan yang dinyatakan pailit pada 30 Januari itu menuntut ganti rugi materiil dan imateriil masing-masing US$54 juta dan US$56,2 juta. Gugatan dilayangkan karena CIT Aerospace menarik dua pesawatnya sebelum perjanjian berakhir.
Dua pesawat yang diminta kembali itu adalah A320-200 MSN 710 dengan nomor registrasi PK-YVH dan pesawat A320-200 MSN 1676 dengan nomor registrasi PK-YVF. Akibat penarikan pesawat itu, Batavia merasa rugi secara materiil dan hilangnya keuntungan yang seharusnya diperoleh.
Kala itu Batavia mengakui terjadi keterlambatan pembayaran yang seharusnya diterima CIT Aerospace. Alasan keterlambatan pembayaran adalah “pengembangan operasional.”
Setelah pesawat dikembalikan, menurut gugatan Batavia, pihak lessor membuat tagihan pembayaran baru di luar harga sewa pesawat yang diperjanjikan. Perusahaan dituntut membayar US$5,5 juta dan US$4,9 juta untuk masing-masing pesawat.
Perjanjian sewa-menyewa sendiri dilakukan pada 28 November 2008 dan 21 Agustus 2009. Pada perjanjian pertama, kedua pihak sepakat dengan harga sewa US$250.000 per bulan dengan maintenance reserve kurang lebih US$175.000 per bulan.
Adapun, dalam perjanjian kedua, para pihak sepakat dengan harga sewa pesawat US$140.000 per bulan dengan maintenance reserve US$175.000 per bulan. (dot)