JAKARTA: Otonomi daerah dituding sebagai tantangan terbesar koordinasi dari internalisasi kerangka kebijakan terkait perlindungan terpadu untuk anak Indonesia.Sekretaris Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sri Danti mengatakan otonomi daerah membawa dampak positif dan negatif terhadap perkembangan perlindungan anak.Otonomi daerah, kata Danti, membuat berkembangnya sosialisasi dan koordinasi kebijakan dan komitmen perlindungan anak di tingkat daerah.Di sisi lain, cepatnya pergantian kepala daerah dan perbedaan prioritas komitmen pemerintah daerah membuat dukungan terhadap kebijakan perlindungan anak sulit mendapat dukungan yang kerkelanjutan."Otonomi membuat prioritas Pemda berbeda-beda, komitmennya bervariasi, pejabatnya juga berubah terus. Ini jadi tantangan selain kemiskinan dan pendidikan," kata Danti dalam seminar "Strategi Menuju Sistem Perlindungan Sosial Terpadu untuk Anak dan Keluarga di Indonesia", Selasa 29 Mei 2012.Berdasarkan data Kementerian PPPA, akses pendidikan untuk anak telah meningkat. Sebesar 82,5% anak usia 5-17 tahun sudah menikmati pendidikan, namun 8,12% tidak lagi bersekolah, dan 9,30% tidak pernah bersekolah.Selain masalah pendidikan, kata Danti, tantangan terhadap perlindungan anak Indonesia juga mencakup angka kematian bayi yang masih tinggi, diskriminasi, eksploitasi, dan kasus hukum anak."Hak sosial anak juga belum terpenuhi. Baru 54,79% anak yang mempunyai akta lahir padahal ini penting untuk masa depan anak," kata Danti. (ra)
BACA JUGA
-Harga emas memburuk dalam 13 tahun terakhir
-Pelabuhan Merak harus tambah dermaga
-Tarif bongkar muat di Priok digodok
SITE MAPS: