JAKARTA: Hakim pengawas yang menangani debitur pailit PT Vastek Prima Industries mengizinkan pabrik tekstil itu untuk melakukan jasa maklon untuk menutupi kewajiban terhadap para karyawan dan para kreditur.
“Atas izin hakim pengawas dan kurator yang menangani perkara kepailitan PT Vastek Prima Industries, kami tetap masih mengoperasikan pabrik dengan jasa maklon,” ungkap kuasa hukum debitur pailit PT Vastek Prima Industries, Ivan Wibowo seusai rapat kreditur di Pengadilan Niaga hari ini.
Dia menjelaskan pelaksanaan jasa maklon itu dapat memberikan pemasukan bagi debitur pailit, guna menutupi kewajibannya terhadap para karyawan. “Karyawan di perusahaan ini tercatat 250 orang yang harus diperhatikan nasibnya.”
Ivan menambahkan agar hakim pengawas dan kurator yang menangani debitur pailit mengeluarkan surat yang mengizinkan pengoperasiaan jasa maklon tersebut. “Tujuannya supaya perusahaan yang ingin menggunakan jasa produksi debitur pailit tersebut tidak khawatir barang yang masuk di pabrik akan disita berkaitan kasus pailit tersebut.”
Sejalan dengan pemanfaatan jasa maklon itu, lanjut Ivan, perusahaannya juga akan menawarkan rencana perdamaian terhadap 14 kreditur yang memiliki surat tagihan yang jatuh tempo terhadap perusahaan kliennya. “Bagaimana bentuk perdamaiannya, masih dibahas perusahaan,”katanya.
Kurator yang ditunjuk menangani debitur pailit PTVastek Prima Industries, Turman Panggabean, mengatakan izin pengoperasian untuk jasa maklon di perusahaan tekstil itu masih dapat diizinkan sepanjang untuk menutupi biaya operasional perusahaan, terutama untuk biaya hidup karyawan di perusahaan tersebut.”
Namun demikian, katanya, pihaknya masih mempelajari pemasukan yang diperoleh dari jasa maklon ini. “Laporan yang masuk jasa yang diperoleh sebesar Rp1,5 miliar/ bulan, tapi pengeluarannya bisa mencapai Rp1,3 miliar atau Rp1,4 miliar.”
Jasa maklon itu, katanya, tidak akan diperpanjang jika dinilai tidak efektif dan merugikan semua pihak yang berkepentingan, dalam hal ini para kreditur konkuren yang berkepentingan dengan asset debitur pailit tersebut.
Sebelumnya Pemohon pailit menguraikan Termohon sejak 2004 hingga akhir 2010, berkewajiban membayar utang yang sudah jatuh tempo. Namun terhitung sejak Januari 2011 sampai dengan saat dibuat dan ditandatanganinya surat permohonan pailit ini, Termohon Pailit telah melakukan pembayaran secara mengangsur sebesar Rp. 2.070.875.000, sehingga dengan demikian sisa utang Termohon pailit kepada Pemohon Pailit adalah sebesar Rp. 54. 286.331.780.
Dalam putusannya itu majelis hakim menguraikan Termohon pailit berkewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh tempo kepada Pemohon pailit yang tercatat nilainya mencapai Rp56.357.206.780 sebagaimana terungkap dalam Rekapitulasi Hutang Dagang SPT 2010. (sut)