Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

NERACA DAGANG: Tingginya modal asing bisa picu defisit

JAKARTA: Tingginya arus modal asing langsung berpotensi meningkatkan nilai dan volume impor sehingga berisiko menciptakan defisit pada neraca perdagangan Indonesia.Ekonom Universitas Atma Jaya A. Prasetyantoko mengungkapkan foreign direct investment

JAKARTA: Tingginya arus modal asing langsung berpotensi meningkatkan nilai dan volume impor sehingga berisiko menciptakan defisit pada neraca perdagangan Indonesia.Ekonom Universitas Atma Jaya A. Prasetyantoko mengungkapkan foreign direct investment (FDI) yang masuk ke Indonesia sebagian besar menyedot bahan baku impor. Pasalnya, FDI yang kebanyakan farmasi, perhubungan, dan telekomunikasi masih sangat bergantung pada bahan baku dan penolong impor."Ketika FDI meningkat, pada saat yang bersamaan kebutuhan bahan baku impor juga meningkat. Di satu sisi kita senang FDI kita naik, tapi ada peningkatan impor. Itu yang harus kita waspadai," ujarnya usai acara "Economic and Capital Market Outlook 2012", hari ini (02/02).Menurut Prasetyantoko, Indonesia harus meningkatkan kapasitas manufaktur untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi ketergantungan industri dalam negeri terhadap bahan baku dan penolong impor.Jika tidak, neraca perdagangan akan defisit dan devisa mengecil. Devisa yang kecil berpotensi menimbulkan risk investasi di pasar keuangan, akibatnya investor enggan masuk ke capital market Indonesia."Dampaknya devisa kita akan mengecil karena salah satu sumber yang menghasilkan devisa itu kan ekspor. Kalau ekspor lebih kecil dari impor, berarti devisa kita lebih banyak keluar dibandingkan masuk. Jadi akan menggerus cadangan devisa," ujarnya.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, persentase nilai impor Indonesia menurut golongan penggunaan barang sepanjang 2011 masih didominasi oleh bahan baku/penolong sebesar 73,80%, sedangkan barang modal hanya 18,65% dan barang konsumsi sebesar 7,55%.Adapun total impor Indonesia pada 2011 sebesar US$177,30 miliar dan total ekspor mencapai US$203,62 miliar.Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan dari kacamata yang pesimistis, tren penurunan ekspor dan peningkatan impor dapat dimaknai sebagai ancaman yang menyebabkan penurunan devisa.Namun dalam kacamata optimistis, hal itu dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan investasi dan meningkatkan industri dalam negeri."Dengan naiknya impor bisa pesimis bisa optimis. Yang pesimistis menilai habis deh devisa kita, tapi di sisi lain kan industri kita tumbuh, tenaga kerja terserap dan daya beli masyarakat tinggi," tuturnya.Sementara itu, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengungkapkan tren ekspor 2012, cenderung melemah dibandingkan tahun lalu. Gita memprediksi pertumbuhan ekspor hanya sebesar 5% pada 2012."Kalau kita bisa tumbuh 5% saja sudah bagus, artinya naik 5% dari tahun lalu. Dan kalau kita bisa maintain di level yang sama (seperti tahun lalu) itu sudah bagus," tuturnya.Pemerintah akan semakin menggiatkan upaya diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara Afrika dan Amerika Latin, seperti Afrika Selatan, Nigeria, Mauritius, Brazil, Peru, Chile, Argentina dan Meksiko.Sementara komoditas yang diunggulkan untuk merambah pasar tersebut, a.l. perkebunan, karet kelapa sawit, dan tektil. (04/Bsi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Diena Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper