Smart Telecom dibentuk sebagai merger antara PT Indoprima Mikroselindo (Primasel) dengan PT Wireless Indonesia (WIN, anakperusahaan Sinar Mas).
Sebelumnya, Primasel memegang lisensi PHS di Jawa Timur. Proyek PHS dihentikan, dan Primasel berpindah ke CDMA2000-1x yang beroperasi pada band 1980MHz.Namun, setelah mengaku membangun 300.000 sambungan pada 2004, Primasel digeser karena regulator memutuskan frekuensi mereka akan digunakan untuk 3G.WIN sendiri hingga saat itu belum meluncurkan produk, dan bahkan diakuisisi oleh kelompok konglomerat Sinar Mas.Negosiasi dengan regulator memberikan harapan baru bagi keduanya. Primasel boleh memperoleh frekuensi pada kawasan 3G, dengan membayar biaya frekuensi yang sama dengan penawar band 3G terendah saja (yaitu Indosat).Secara internasional, ini masih mengundang potensi masalah, karena bagaimanapun pita Primasel berada pada kawasan yang dialokasikan untuk IMT-2000. Sementara itu, lisensi bagi WIN ditukar dengan teknologi TDD (time-division duplex).Tetapi WIN kemudian mengembalikan lisensi itu (yang kemudian hari malah diminta lagi oleh pendiri WIN Teddy A. Purwadi).Kemudian regulator menyarankan kedua perusahaan melakukan merger. Merger dilakukan pada akhir 2006 melalui akuisisi saham lalu Sinar Mas mengambil kendali atas perusahaan baru ini.Setelah merger, regulator memberikan dua blok frekuensi baru, dan perusahaan meng-upgrade teknologi mereka menjadi CDMA2000-1X Ev-Do.Sinar Mas mengumumkan perusahaan baru ini sebagai anak perusahaannya, dengan nama PT Smart Telecom. Produk yang diluncurkan dinamai SMART, kependekan dari Sinar Mas Accesible Reliable Telecommunication.SMART menggunakan suite teknologi CDMA 2000 1x, termasuk akses data broadband dengan EVDO Rev A di band frekuensi 1900 MHz.Seperti cerita di atas, WIN meminta kembali pita frekuensi jaringan tetap (jartap) berbasis packet switch kepada regulator melalui surat yang dikirim kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), tahun lalu.Sesungguhnya, masuknya WIN ke Primasel adalah anjuran pemerintah. Sebab, lisensi komunikasi data milik WIN yang berada di jalur frekuensi 3G tergusur saat ditertibkan dan, karenanya, harus dikembalikan ke pemerintah. Nah, saat itulah WIN diminta bergabung ke Primasel jika ingin tetap bermain di bisnis ini.“Kebetulan pemilik Primasel setuju. Tetapi, saya tidak tahu persis berapa jumlah sahamnya,” ungkap Ubaidillah Fatah, Direktur Layanan Korporasi Smart Telecom.Di kemudian hari, penggabungan itu ternyata menyisakan sengketa kepemilikan saham di Smart, antara Sinar Mas dengan pemilik lama WIN Teddy A. Purwadi.Menurut Teddy, sangat tidak beralasan saham WIN terdilusi dan hilang dari komposisi kepemilikan Smart.Komposisi saham perusahaan tersebut 100% merupakan pemodal lokal dan memenuhi persyaratan ikut tender WiMax, yaitu meliputi PT Bali Media Telkom (35%), PT Global Nusa Data (29%), PT Indonesia Mobilindo (2%), PT Inti (0,2%), dan PT Wahana Inti Nusantara (33%).Dirut Smart Telecom Sutikno Widjaya tidak memberikan tanggapan mengenai tidak adanya saham WIN dan Primasel di entitas baru tersebut.(faa)