Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bocorkan Rahasia Negara, 2 Wartawan Reuters Divonis 7 Tahun Penjara di Myanmar

Hakim Myanmar menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada dua wartawan Reuters, yang dinyatakan bersalah karena dianggap membocorkan rahasia negara.
Aksi Damai Wartawan di Kota Depok Memperingati Hari Pers Nasional 2016./Bisnis-Miftahul Khoer
Aksi Damai Wartawan di Kota Depok Memperingati Hari Pers Nasional 2016./Bisnis-Miftahul Khoer

Bisnis.com, JAKARTA – Hakim Myanmar hari ini, Senin (3/9/2018), menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada dua wartawan Reuters, yang dinyatakan bersalah karena dianggap membocorkan rahasia negara.

Oleh hakim distrik wilayah utara kota Yangon, Wa Lone, 32, dan Kyaw Soe Oo, 28, dinyatakan melanggar Official Secrets Act (Undang-undang Rahasia Negara) warisan era kolonial ketika menghimpun dan memperoleh dokumen-dokumen rahasia.

“Kedua terdakwa telah melanggar pasal 3.1.c Official Secrets Act dan dijatuhkan hukuman tujuh tahun [penjara],” terang hakim Ye Lwin, seperti dilansir dari Reuters.

Masa yang telah dijalani sejak keduanya ditahan pada 12 Desember dinyatakan akan diperhitungkan oleh pihak otoritas. Pembela dapat mengajukan banding atas keputusan itu ke pengadilan regional dan kemudian mahkamah agung.

Baik Wa Lone dan Kyaw Soe Oo mengaku tidak bersalah dan mengungkapkan telah dicurangi oleh pihak kepolisian saat mereka bertugas melaporkan tentang kekerasan di Negara Rakhine, Myanmar.

Para pendukung kebebasan pers, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, beserta negara-negara termasuk Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Australia telah lama menyerukan pembebasan kedua wartawan itu.

“Hari ini adalah hari yang menyedihkan bagi Myanmar, wartawan Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, dan pers di mana-mana,” ujar pemimpin redaksi Reuters Stephen J Adler dalam sebuah pernyataan.

“Kami tidak akan menunggu sementara Wa Lone dan Kyaw Soe Oo mengalami ketidakadilan ini serta akan mengevaluasi cara untuk melanjutkan upaya dalam beberapa hari mendatang, termasuk apakah akan mengupayakan dukungan di forum internasional."

Kepada pengadilan, kedua wartawan itu mengungkapkan bahwa dua petugas polisi menyerahkan sejumlah dokumen kepada mereka di sebuah restoran di kota Yangon, beberapa saat sebelum petugas lain menangkap mereka.

Seorang saksi dari pihak kepolisian kemudian menyampaikan kesaksian bahwa pertemuan dalam restoran itu dibuat untuk menjebak para jurnalis karena melaporkan pembunuhan massal Muslim Rohingya di Rakhine.

Sedikitnya 50 orang berkerumun dalam pengadilan kecil itu dan banyak lainnya berdiri di luar ruangan hari ini. Hakim Ye Lwin membacakan ringkasan kesaksian para saksi selama sekitar satu jam sebelum menyampaikan vonisnya.

Dipaparkan bahwa pada kedua wartawan itu telah ditemukan "dokumen rahasia" yang dapat berguna "untuk musuh negara dan organisasi teroris", serta bahwa dokumen-dokumen yang dimiliki dan tersimpan dalam ponsel mereka "bukanlah informasi publik".

'TIDAK TAKUT'

Kondisi ruang pengadilan digambarkan penuh ketegangan saat hakim Ye Lwin menyampaikan pernyataannya. Sejumlah wartawan terisak seraya melaporkan perkembangan saat itu.

Istri Kyaw Soe Oo, Chit Su Win, pun menangis pascavonis dijatuhkan. Anggota keluarganya sampai harus membopongnya keluar ruangan.

Wa Lone menjabati tangan sejumlah pendukung dan membesarkan hati mereka untuk tidak khawatir. Dengan menggunakan borgol dan diapit oleh polisi, dia berbicara kepada sekelompok rekan dan wartawan.

“Kami tahu apa yang kami lakukan. Kami tahu kami tidak melakukan kesalahan. Saya tidak takut. Saya percaya pada keadilan, demokrasi dan kebebasan,” tegasnya.

Rekannya, Kyaw Soe Oo, menyatakan mereka tidak melakukan kejahatan serta akan mempertahankan perjuangan mereka untuk kebebasan pers.

“Apa yang ingin saya katakan kepada pemerintah adalah: Anda dapat memasukkan kami ke penjara, tetapi jangan menutup mata dan telinga orang-orang,” katanya.

Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, yang tidak diperbolehkan bertemu dengan keluarga mereka di luar kunjungan penjara dan persidangan selama hampir sembilan bulan, kemudian dibawa kembali ke penjara.

Sementara itu, juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay tidak bersedia berkomentar atas keputusan itu. Dia telah menolak berkomentar hampir di seluruh proses, serta berdalih bahwa pihak pengadilan bersifat independen dan kasus itu akan diproses sesuai dengan hukum.

Putusan itu muncul di tengah meningkatnya tekanan untuk pemerintahan Aung San Suu Kyi atas tindakan keras yang dipicu oleh serangan gerilyawan Muslim Rohingya terhadap pasukan keamanan pada Agustus 2017.

Lebih dari 700.000 warga Muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan telah melarikan diri melintasi perbatasan Myanmar barat dengan Bangladesh sejak saat itu, menurut badan-badan PBB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper